Sunday, September 22, 2019

Sekeping Masa Lalu di Kota Hantu Kolmanskop Afrika (Nambia)

David dan Elizabeth adalah sepasang suami istri asal Amerika, mereka bermaksud berwisata di Afrika. Sebelumnya mereka telah browsing tujuan wisata yang ada di sana. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah sebuah kota hantu di selatan Namibia. Kota itu bernama Kolmanskop. Menurut salah satu artikel menyebutkan kalau kota itu sebelumnya adalah kota yang sibuk karena pada masa itu kota Kolmanskop adalah pusat tambang berlian.

“David, lihat ada kota hantu nih!” seru Elizabeth seraya menunjukkan layar laptop kepada suaminya.

David melongok sebentar kearah layar lalu tersenyum, katanya, “Suka benar sih dengan hal-hal yang berbau hantu!”

“Bukan hantunya yang aku suka, tapi cerita misterinya!” sergah Elizabeth.

“Emang apa sih misterinya?” tanya David pura-pura tertarik, padahal itu hanya taktiknya saja untuk menyenangkan hati istrinya. Dia tahu tabiat belahan jiwanya itu yang suka sekali dengan hal-hal yang berbau misteri dan di luar nalar manusia. 

“Menurut artikel ini, kota Kolmanskop adalah kota mati, kota yang sudah ditinggalkan penduduknya karena tidak ada penghidupan lagi disebabkan demam berlian memudar!”



Sumber Gambar : https://vagrantsoftheworld.com

“Oooh… lantas apa istimewanya? Percuma dong jauh-jauh ke Afrika cuma lihat kota yang sudah porak poranda... kota mati kan kota yang sudah tidak ada penghuninya? Kalau rumah atau bangunan mangkrak begitu tinggal tunggu waktu saja buat keruntuhannya!” 

“Iya sih... tapi tahu sendiri kan... sesuatu yang berbau “mati” pasti penuh misteri!” Elizabeth tidak mau kalah.
“Mati ya mati saja... tidak usah dihubung-hubungkan dengan yang hidup! “ 

“Yaaaa... gimana sih! Sensasinya itu lho...!”

“Oohh... wisata sensasi dong namanya... hahahaha!” David tertawa.

Elizabeth tersenyum kecut mendengar gurauan suaminya.

“Yaaaa... kalau tertarik sih! Kalau nggak mau kesana juga tidak apa-apa kok!” ujarnya sembari cemberut, kali ini Elizabeth mencoba mengalah.

“Maaf... hanya bercanda saja sayang! Wisata kali ini kamu yang memutuskan! Kan tahun kemarin sudah aku yang memilihkan, sekarang giliranmu!” nada suara David terucap dengan serius.

“Beneran nih...!” Elizabeth melonjak kegirangan. Dia beranjak dari kursi dan memeluk suaminya dengan kencang seolah dia barus memenangkan lotere satu juta dollar.

David yang dipeluk tersenyum saja. Tahun ini memang jatah istrinya untuk memilih tempat wisata. Meski sebenarnya dia kurang suka dengan jenis wisata seperti itu tapi dia menyadari kalau tiap orang mempunyai keinginan yang berbeda satu sama lain.

“Ya sudahlah... sudah malam. Aku sudah lelah sekali seharian tadi bekerja. Aku tidur duluan ya?” kata David sambil mengecup kening istrinya. 

“Iya deh... aku masih ingin baca-baca artikel tentang kota itu. Selamat tidur!” jawab Elizabeth manis. Ya dia senang sekali karena suaminya setuju dengan pilihannya akan wisata ke Afrika.

David lalu beranjak dari kursi dan melemparkan badannya ke tempat tidur, dia membalikkan badan dan mematikan lampu di atas nakas di samping tempat tidurnya, sedang Elzabeth yang tadi mengikutinya menuju tempat tidur, masih bertahan di sisi sebelah kanan suaminya sambil memegang laptop yang dia taruh di pangkuannya. Lampu tidur di sisinya dibiarkan tetap menyala, tapi itu tidak akan mengganggu David karena lampu itu tidak terlalu terang dan hanya menyorot ke bagian dirinya saja.

“Kota Hantu Kolmanskop Afrika. Serangkaian struktur tampak terlantar, sisa-sisa pertambangan berlian di Afrika yang ditinggalkan penduduknya dan sebagian tertutup oleh bukit pasir panjang.



Wisatawan mengalami perjalanan yang sulit untuk mencapai Kolmasnkop untuk melihat apa yang tersisa dari arsitektur Jermanik yang aneh dan kemudian menyeberang melalui timbunan pasir untuk mendapatkan sekilas bagian dalam strukturnya.

Seperti halnya kota Jerman, kota itu juga mempunyai rumah sakit, ballroom, pembangkit tenaga listrik, sekolah, teater, dan kasino. Ketika pasar berlian jatuh, hanya tersisa untuk bisa ditutupi dengan pasir waktu.
Awalnya kota ini merupakan kota penghasil berlian. Namun penampakan wajahnya kini berubah. Menjadi kota mati yang menyeramkan. Tidak ada kehidupan di kota itu. Tapi keunikan itu yang justru dicari para penyuka wisata horror. Seiring mengeringnya tambang berlian, kota itu ditinggalkan oleh para penduduknya.

Kolmanskop ada di selatan Namibia, beberapa kilometer dari pelabuhan Luderitz, Afrika. Kolmanskop yang dikelilingi gurun harus menerima nasib setiap kali terjadi hembusan angin kencang yang membawa hujan pasir. Bahkan, kini hampir seluruh bagian kota tertimbun pasir. Bangunan bangunan megah yang dulu berdiri tegap pun ikut terkikis dan tertutup pasir.

Namun pemandangan ini tak menyurutkan para fotografer untuk mengabadikan Kolmanskop. Kota inipun beberapa kali digunakan sebagai lokasi syuting. Antara lain film Dust Devil di tahun 1993, The King Is Alive di tahun 2000 dan Life After People: The series di tahun 2010.

Sedikit menilik latar belakang Kolmanskop, kota ini dipopulerkan oleh Zacharies Lewala, seorang buruh pembuat rel kereta api. Ia menemukan tambang berlian dan melaporkannya kepada atasannya. Kabar tentang tambang berlian inipun segera menyebar ke seluruh dunia.

Kota itu menjadi banyak didatangi penambang yang sebagian besar berasal dari Jerman. Mereka membangun kota dengan megah. Rumah-rumah elegan dengan arsitektur Jerman tumbuh pesat di sini. Juga fasilitas perkotaan seperti rumah sakit, pembangkit listrik, gedung pertemuan, sekolah, bioskop, gedung olahraga, kasino, pabrik, taman, kolam renang, pertokoan, sarana transportasi trem pertama di Afrika dan stasiun yang menggunakan pemeriksaan X ray pertama di dunia.”

Elizabeth tertegun membaca artikel itu, kota Kolmanskop tentulah kota yang sangat maju di saat itu. Dia membayangkan New York kota dimana dia tinggal bersama suaminya kini. Kota yang selalu ramai dan sibuk. Pastilah kota Kolmanskop juga seperti itu, nadi perekonomian yang terus berdenyut menggerakkan kota yang begitu aktif berputar karena digerakkan oleh bisnis pertambangan berlian.

Dia lalu membaca artikel lainnya di laptop itu. 

“Kolmanskop adalah sebuah kota hantu di selatan Namibia, beberapa kilometer dari pelabuhan Luderitz. Pada tahun 1908 Luderitz mengalami demam berlian dan orang orang kemudian menuju ke padang pasir Namib untuk mendapatkan kekayaan dengan mudah. Dalam dua tahun terciptalah sebuah kota lengkap dengan prasarananya seperti kasino, sekolah, rumah sakit, juga dengan bangunan tempat tinggal yang eksklusif yang berdiri di lahan yang dulunya tandus dan merupakan padang pasir luas.

Banyak orang orang yang bepergian mengunjungi kota tersebut untuk mengetahui lebih dalam tentang bagaimana wilayah dan daerah di sekitar kota tersebut, tetapi kebanyakan artikel yang ditemukan ataupun gambar yang diambil adalah beberapa gambar dan jepretan foto pada waktu siang hari ataupun pagi hari, belum ditemukan penjelajah yang mengarungi kota Namibia tersebut pada malam hari, dikarenakan suasana sulit padang pasir pada malam hari yang kurang mendukung untuk istirahat ataupun perjalanan pada malam hari juga.

Tetapi setelah Perang Dunia I, jual beli berlian menjadi terhenti, ekonomi kota itu mulai menurun dan kebutuhan kehidupan sehari-hari tidak dapat terpenuhi dikarenakan ekonomi negara-negara yang terlibat akan perang dunia I mengalami krisis ekonomi, ini merupakan permulaan berakhirnya semuanya dan kekayaan kota tengah padang pasir itu, sepanjang tahun 1950 kota mulai ditinggalkan dan sepi.

Padang pasir telah mulai meminta kembali apa yang pernah menjadi miliknya, kini kota itu menjadi sangat sepi dari kehidupan, masih tersisa banyak rumah-rumah dan bangunan yang ditinggalkan oleh penghuninya menjadi lumayan rapuh akibat dihempas angin padang pasir, tetapi bangunan bangunan di kota itu masih bisa berdiri tegak dan menjadi pertanyaan tersendiri bagi masyarakat luas, kota yang telah lama ditinggalkan tetapi ternyata bangunan masih berdiri.

Banyak kaca-kaca yang telah pecah dan pintu pintu yang telah rusak ataupun telah copot dari engselnya akibat pasir yang masuk ke dalam bangunan, dapat diukur pasir yang telah masuk di beberapa rumah dan bangunan adalah setinggi kepala dada orang dewasa, telihat bahwa gurun pasir tidak ingin miliknya diambil kembali.”
Elizabeth menghela nafas panjang setelah membaca bagian terakhir artikel itu. Sebuah kota di tengah padang pasir, kota yang sudah ditinggalkan dan dibiarkan terbengkelai termakan waktu tapi masih tegak berdiri dan menyisakan kejayaan akan masa lalunya, meski akhirnya lautan pasir dari padang mengalahkannya.

Dalam hati Elizabeth bergumam, meski kota Kolmanskop sudah dikategorikan kota mati, tapi tidak ada sesuatu yang benar-benar mati. Kota itu dulu pernah ada kehidupan yang memayunginya, tentu ada orang orang yang mati dan dikuburkan di kota itu. Dan seperti yang sudah dia baca di artikel artikel sebelumnya dan juga kejadian-kejadian aneh yang seringkali terjadi, biasanya arwah atau roh yang tidak ikhlas mati di dunia ini akan terus terkungkung di dalamnya, dalam hal ini roh-roh dan arwah-arwah itu akan terpenjara di rumah atau bangunan dimana dia menghembuskan nafas terakhirnya. Ada sesuatu yang belum terselesaikan begitu kata orang.

Dia lalu melihat foto-foto yang terpampang di layar, di situ terlihat jelas bahwa bangunan-bangunan itu sudah rapuh dan rusak di sana sini, sebagian bahkan tidak komplit lagi. Tapi... aura yang terpancar sungguh mistis, kota itu seakan seperti manusia, hanya mati di raganya tapi bukan untuk jiwanya. Kota itu seakan memancarnya kepingan masa lalu atas kejayaannya. 

Elizabeth memalingkan muka ke arah David yang terlihat tidur dengan nyenyaknya. Sesungguhnya benar yang diucapkan oleh suaminya itu bahwa mereka hanya akan melihat bangunan-bangunan yang rusak berselimutkan padang pasir. Mungkin akan terasa aneh juga wisata jauh-jauh hanya melihat reruntuhan sebuah bangunan... sudah tertimbun pasir pula di beberapa bagian. Tapi entah mengapa dari gambar-gambar yang tersaji itu seperti magnet yang menghisapnya, menariknya dengan kuat untuk melihat langsung kota itu.
Dia termangu melihat foto-foto itu, berkhayal akankah dia berani untuk sendirian di situ dan hidup di masa itu untuk menyelami dan menyatu dengan suasana kota hantu yang sudah mati? Dia lalu geleng-geleng kepala sendiri, ada apa dengan dirinya? Itu kan sudah masa lalu. Kini dia hanya ingin bersama dengan suaminya menikmati wisata kota Kolmanskop, menghayati kepingan kejayaan masa lalu pada kota berlian itu.
 Tersenyum... dia seperti tak sabar untuk segera menyambangi kota hantu KOLMANSKOP.

Popobawa -Legenda Monster di Tanzania (Afrika)

“Popobawa adalah makhluk yang dilaporkan berada di Zanzibar dan Tanzania. Makhluk ini adalah iblis yang muncul sebagai manusia saat siang hari tapi berubah menjadi makhluk bermata satu, bersayap kelelawar pada malam hari. Popobawa menyerang dalam kegelapan malam. Popobawa merupakan mimpi buruk atau terror malam dimana seseorang mengalami halusinasi antara tidur dan terbangun. Popobawa dalam bahasa Swahili diartikan “sayap kelelawar”.

Di bawah ini adalah kisahku saat bertemu Popobawa yang berubah wujud meniru salah seorang teman lamaku.

Siapa sih yang tidak suka bertemu dengan teman lama? Kita bisa bernostalgia, membicarakan segala hal yang sudah lewat, melatih otak kembali ke masa lalu plus dibumbui peristiwa lucu dan menggemaskan membuat kita jadi tertawa geli sendiri. Pokoknya cerita kejadian-kejadian di masa silam ibarat seperti sebuah film yang diputar ulang di masa kini. Membuat kita kembali mengenang kejadian yang pernah dilalui.

Tapi rupanya tidak semuanya demikian, dulu kupikir bila bertemu teman lama akan menimbulkan keceriaan bersama dengan saling bertukar cerita tentang masa silam, tapi ternyata ada sebuah kejadian yang membuatku gemetaran bila teringat. Aku tidak pernah menyangka sebelumnya.

“Akando, ya?” teriakku girang.

Akando adalah temanku di Junior High School di Tanzania dulu. 

“Ooh... Bandele kan ini?” jawabnya tak kalah suka cita.

Kami lalu berjabat tangan dan saling memandangi satu sama lain. Bukan apa-apa, karena sudah sekian lama tidak berjumpa pasti ada perubahan paling tidak secara fisik... lebih tua… hahahah. Akando yang kulihat saat itu tidak jauh berbeda dengan ketika masih remaja dulu. Kepalanya tetap saja dihiasi rambut kribo, perawakannya masih gendut dan besar, hanya raut mukanya tampak lebih tua dibanding usianya, banyak garis-garis kekerasan hidup yang menghiasinya. Tampaknya dia juga sedang menilaiku karena aku melihat sorot matanya yang menelusuriku dari atas sampai bawah. Hanya saja aku merasa mata itu seperti bukan mata manusia. Ada kekelaman dan kengerian yang terpancar di situ

“Akando... kenapa kamu bertambah hitam saja!” aku mencoba bercanda.

 “Namanya juga orang Afrika, kamu juga tetap hitam tuh!” begitu balas dia.

 “Mau kemana nih?” tanyaku.

“Pulang kampung lah, kamu sendiri?” balasnya balik bertanya.

“Loh kok sama...!” Aku terkejut tapi juga senang, berarti ada teman selama dalam perjalanan pulang.

“Wah, asyik... kita bisa satu bus!” Akando lalu merangkulku dan mengajakku ke sebuah bus.

Bus yang kami tumpangi belum terlalu banyak penumpang, maklum sekarang bukan akhir minggu apalagi hari libur. Kami juga naik dari halte yang sama. Duduk di deretan belakang untuk kursi yang berjumlah dua dan berada dekat pintu, membuat kami berdua lebih leluasa bercerita kesana kemari.

“Kerja apa kamu Bandele? Bajumu rapi amat!” seru Akando, matanya mengarah ke arahku.

“Karyawan biasa saja di sebuah Rumah Sakit Swasta. Kalau kamu sendiri?” aku ganti bertanya.

“Hmmh... ya gitulah...!” jawabnya

“Gitulah gimana?” aku pura pura tidak mengerti, padahal hati kecilku sudah bisa menebak kalau dia pasti bekerja informal karena penampilannya tampak lusuh.

Kulihat dia menghela nafas, lalu dengan suara pelan terkesan malu dia berucap pendek, “ Buruh bangunan!” 
“Ah, kerja apa saja asal tidak merugikan orang lain pasti akan direstui Tuhan! Siapa tahu nasib berubah!” kucoba menghiburnya. 

Aku tidak memperpanjang bertanya mengenai pekerjaan lagi. Aku menyadari tentu berat bagi seorang pria macam kami ini bila tidak ada pekerjaan tetap. Tuntutan hidup dan penilaian masyarakat mengisyaratkan bahwa kaum lelaki adalah pencari nafkah utama sehingga mau tak mau kami berkompetisi mencari lahan ekonomi.

“Kamu sudah menikah ya? Sudah ada berapa anak?” tanyaku mengalihkan pembicaraan. Kulihat dia mengenakan cincin kawin di salah satu jarinya. 

Akando tersenyum getir, agak lama dia diam sebelum akhirnya ia mengangguk pelan. Aku jadi penasaran apa yang sudah menimpanya? Biasanya orang akan bersuka cita bila ditanya soal keluarga terutama anak-anaknya. Ini kok dia tampak enggan? Jadi pingin tahu nih!

“Cerita dong... ingin mengikuti jejakmu! Sampai sekarang aku masih jomblo belum laku-laku nih!” rayuku meminta dia menceritakan soal keluarganya.

Dia tertawa meski tampak dipaksakan, lalu mulutnya bergetar mengucapkan, “Istri dan anak-anakku sudah meninggal. Mereka diserang binatang buas...” berhenti sebentar dia lalu melanjutkan, “Maaf, gimana kalau tidak cerita soal itu? Aku...”

“Aku ikut prihatin.” kutepuk bahunya pelan.

“Kamu masih ingat teman-teman yang lain? Pernah ketemu?” tanyaku beruntun berupaya mencari topik lain yang membuat suasana jadi lebih hangat.

Akando menggeleng, kok dia kurang antusias ya? “Bandele, mau eggak nanti mampir ke rumahku sebentar?”

“Ke rumahmu?” aku tidak percaya dengan ucapannya.

“Iya... ayolah, sebentar saja!” pintanya sedikit memaksa.

Meski sedikit ragu, akhirnya aku mengiyakan ajakannya. Di perempatan jalan kami turun dan berjalan bersama menuju rumah dia. Melewati ladang tandus, aku terseok-seok menyusuri jalan setapak. Aku agak heran karena jalan ini berakhir di hutan, masak rumah Akando ada di hutan?

“Rumahmu masih jauh ya?” tanyaku dengan sedikit terengah-engah karena kecapaian.

“Sebentar lagi, juga sampai!” jawabnya pendek. Senyum misteriusnya tersungging.

Aku mengangguk saja, meski lelah aku tetap melanjutkan perjalanan apalagi kulihat matahari juga sebentar lagi akan turun di peraduan alias menjelang petang. Kuharap kami segera sampai di rumahnya untuk bisa beristirahat dan sekedar minum menyegarkan tenggorokan.

Jalanan mulai sepi, sinar matahari pun juga menghilang ditelan malam. Kami sudah jauh berjalan, tapi kulihat Akando tetap fit tidak terlihat lelah sama sekali.

“Akando... tolong istirahat sebentar!” pintaku terengah-engah. Kakiku terasa ngilu dan pegal. Aku bahkan langsung duduk di atas tanah untuk melemaskan otot otot kaki.

“Ayolah Bandele... sebentar lagi sampai!” 

Aku menggeleng, aku benar-benar tidak kuat lagi. “Emang kamu mau menggendong aku!” kucoba untuk bercanda agar suasana cair, tapi di luar dugaan Akando terlihat marah.

“Ayo cepat berdiri!” hardik Akando dengan kerasnya.

Aku kaget mendengar suaranya, hatiku tersinggung dihardik seperti itu, memangnya dia siapa? Menyuruhku semaunya sendiri.

“Tidak Akando! Aku lelah, aku mau istirahat dulu!” ujarku ketus, kupandangi Akando dengan tajam.

Lalu tiba-tiba aku merasa ada yang berubah pada diri temanku itu. Dia seperti tertelan kabut dan pelan-pelan berubah wujud. Kini di hadapanku adalah sebuah makhluk aneh bermata satu dan bersayap seperti kelelawar.

Aku menjerit sekeras-kerasnya, berusaha sekuat tenaga aku berdiri, ya aku bermaksud lari mencari bantuan, tapi entah kenapa kedua kakiku ini seperti terpaku di tanah tandus ini, sama sekali tidak bisa digerakkan. 

Pelan-pelan Akando berjalan ke arahku, matanya yang cuma satu berwarna merah darah menatapku dengan tajam. Dia laksana binatang buas yang siap melahap mangsanya. Sedangkan aku seperti umpan kecil yang tidak punya tenaga untuk memberontak.

Untunglah aku masih ingat Tuhan, kuraih kalung Rosario di leherku dan kupanjatkan doa-doa sebisaku meminta pertolongan Tuhan.

Entah kenapa tiba-tiba makhluk itu menghilang.

“Hei kamu kenapa?” suara seseorang di belakangku mengagetkanku.

Kutengok kearah suara itu, kulihat dua orang lelaki tua memanggul keranjang besar di punggungnya.

“Kalau mau cari bus lewat jalan itu tuh!” salah seorang dari mereka menunjuk ke seberang.

“Kalau mau ke hutan ya lewat situ!” seorang lagi menunjuk arah di depanku, “Memang kenapa mau ke hutan malam-malam! Awas ketemu Popobawa baru tahu rasa!”

“Eh... Oh... aku mau cari bus buat pulang, Bapak-bapak juga kan?” tanyaku dengan gemetaran.

“Iya kami dari ladang tadi dan mau menumpang bus untuk pulang!” jawab salah satu dari mereka.

“Wah kebetulan, kita bisa sama-sama nih!” aku segera bergabung dengan mereka.

Sambil berjalan. Kutengok sebentar ke arah belakang, hutan yang berselimut gelap tampak bagai layar misteri yang siap menyergapku. Kupercepat langkahku mengikuti kedua orang tua tadi menuju jalan yang dilewati bus. Kubayangkan seandainya tidak ada orang tua itu, tentu nasibku akan berakhir tragis di tangan Popobawa.

Thursday, September 19, 2019

Rumah Terkutuk (Polandia)

Pada awal musim semi tahun 1985, keluarga Hillenburgh yang merupakan ekspatriat dari Kanada, terdiri dari Michael dan Maureen serta keempat anak-anak mereka pindah ke sebuah rumah di Theresia Straat 13, sebuah rumah besar bergaya kuno, di sebuah lingkungan tempat tinggal yang cukup asri di Polandia. 

Tigabelas bulan sebelum keluarga Hillenburgh menempati rumah tersebut, Tomasso Paganini, seorang keturunan Italia yang merupakan pemilik sebelumnya, telah menembak mati seluruh anggota keluarganya di rumah itu. 

Tiga belas hari setelah keluarga Hillenburgh menempati rumah tersebut, mereka mulai merasakan ada banyak hal aneh dengan rumah tersebut. Rumah bernomor 13 di Theresia Straat tersebut telah kosong selama 13 bulan setelah Paganini membunuh seluruh anggota keluarganya, hingga pada awal musim semi 1985 keluarga Hillenburgh membeli rumah tersebut seharga US$ 850.000. 

Rumah yang memiliki delapan kamar tidur ini dibangun dengan gaya kolonial Belanda, dan memiliki atap yang melengkung. Rumah ini dilengkapi dengan kolam renang dan sebuah gudang tempat penyimpanan anggur. 

Sebenarnya, Michael dan Maureen yang telah menikah pada bulan Mei 1975 sudah mempunyai rumah mereka sendiri, namun ingin memulai kembali dengan memiliki rumah baru. Pasangan ini mempunyai empat anak, yaitu Henry (9), Charles (7), Elizabeth (5), dan Phillip (2). Mereka juga memiliki seekor anjing Labrador yang diberi nama Tommy. 

Sewaktu pasangan ini melakukan pengecekkan saat akan membeli rumah tersebut, oleh agen mereka telah diberitahukan mengenai pembunuhan yang dilakukan oleh Paganini, namun mereka menganggap hal itu bukanlah masalah.

Keluarga Hillenburgh mulai menempati rumah tersebut pada awal Mei 1985. Sebagian besar perabotan dari keluarga Paganini masih ada di sana, karena semuanya termasuk dalam kesepakatan jual beli. Seorang teman Michael Hillenburgh telah mempelajari tentang masa lalu sejarah rumah tersebut, dan mendesak agar mereka melakukan pemberkatan. Namun mereka tidak mengerti cara-caranya. 

Michael mengenal seorang Pendeta Katolik yang bernama Bapa Earnest, dan ia bersedia untuk melakukan pemberkatan. Bapa Earnest adalah seorang pengacara, imam Katolik, dan seorang psikoterapi. Ia tiba untuk melaksanakan pemberkatan pada sore hari tanggal 09 Mei 1985 di saat Michael dan Maureen sedang membongkar barang-barang mereka. Ketika ia mengibaskan air suci yang pertama dan mulai untuk berdoa, ia mendengar suara seram yang dengan jelas mengatakan

“Keluar!” – “Get out!”.

Di saat meninggalkan rumah tersebut, ia tidak menceritakan kejadian itu kepada Michael maupun Maureen. Pada 24 Juni 1985, Bapa Earnest menelepon Michael Hillenburgh dan menasihati agar dia tidak menggunakan ruangan dimana ia telah mendengar suara yang aneh tersebut. Ruangan tersebut adalah ruangan yang direncanakan oleh Maureen untuk digunakan sebagai ruang jahit, dan tadinya adalah kamar tidur Gianverto dan Luca Paganini. Namun tiba-tiba percakapan telepon mereka terputus secara mengejutkan, dan kunjungan berikutnya ke rumah tersebut mengakibatkan Bapa Earnest menderita demam tinggi dan pada dahinya dijumpai tanda yang mirip dengan tanda stigmata.

Pada mulanya, Michael dan Maureen Hillenburgh tidak merasakan hal yang aneh dengan rumah mereka. Namun kemudian, mereka merasa bahwa “masing-masing dari mereka tinggal di suatu rumah yang berbeda”.
Banyak pengalaman aneh yang dialami oleh keluarga ini, misalnya; 

Michael selalu terbangun sekitar pukul 03:15 setiap paginya, dan kemudian keluar menuju ke gudang tempat penyimpanan anggur. Waktu tersebut diperkirakan adalah waktu dimana Paganini membunuh seluruh anggota keluarganya. Rumah mereka juga selalu diganggu oleh segerombolan lalat di setiap musim dingin.

Maureen sering mendapat mimpi buruk tentang pembunuhan dan saat dimana ia melakukan persetujuan pembelian rumah tersebut. Anak-anak mereka juga mulai tertidur dengan posisi terlungkup, yaitu posisi yang sama saat mayat anak-anak Paganini ditemukan. Sebuah salib 12 inchi yang digantung Maureen di kamar kecil ditemukan terpasang terbalik dan menyemburkan bau.

Maureen juga sering merasakan seolah-olah “sedang dipeluk” dengan penuh kasih oleh sebuah kekuatan yang tidak terlihat. Ketika di tempat tidur, Maureen mendapatkan bekas merah di dadanya disebabkan oleh suatu kekuatan tak terlihat, dan ia diangkat tinggi sekitar dua kaki dari tempat tidurnya.

Maureen menemukan sebuah ruang kecil yang tersembunyi (sekitar empat kaki) di belakang basement. Dindingnya bercat merah dan ruangan itu tidak dicantumkan dalam denah rumah. Ruangan itu yang kemudian dikenal dengan nama “The Red Room”, memiliki pengaruh terhadap anjing mereka Tommy, yang selalu menolak untuk mendekat dan selalu berjongkok seolah-olah merasakan sesuatu yang negatif mengenai ruangan merah itu.

Ada udara dingin, bau parfum dan kotoran di dalam rumah, dimana tidak terdapat saluran udara atau jalur bagi sumber tersebut. Putri mereka yang berumur lima tahun, Elizabeth, pernah bercerita bahwa ia memiliki teman di rumah itu. Dan teman “imajinasi”-nya yang bernama “Pablo” itu memiliki mata yang berwarna sangat merah.

Menjelang tengah malam, Michael sering terbangun karena bunyi bantingan pintu di sisi kiri tangga, dimana pintu tersebut merupakan akses menuju ke lantai bawah. Ia akan segera berlari ke lantai bawah dan menemukan anjing mereka tertidur dengan suara keras di depan pintu. Hal ini membuat Michael merasa depresi, karena tidak ada orang lain yang mendengar suara itu kecuali dia.

Michael juga sering sekali mendengar apa yang dinamakan sebagai “Marching band Jerman” yaitu suara seperti radio yang tidak disetel dengan frekuensi yang tepat, sehingga menghasilkan suara berisik yang tidak jelas nadanya. Namun ketika ia menuju ke lantai bawah, suara gaduh dan berisik itu akan berhenti.

Ada satu hal yang tidak disadari oleh Michael bahwa ia memiliki kemiripan kuat dengan Tomasso Paganini. Karena peristiwa aneh yang terjadi beruntun itu, membuatnya depresi dan ia mulai bermabukan di Les Bleus, sebuah bar yang sering dikunjungi oleh Paganini. 

Pada suatu malam ketika mengecek gudang penyimpanan anggur, Michael melihat sepasang mata merah yang sedang memperhatikan dia dari jendela kamar tidur Elizabeth. Namun, ketika ia pergi ke kamar putrinya untuk melihatnya, ia tidak menemukan apa-apa. Kemudian disimpulkan bahwa itu adalah “Pablo”.

Suatu ketika Michael tersandung oleh keramik singa Tiongkok yang berada di sisi kiri tangga yang memiliki tinggi sekitar empat kaki, yang kemudian meninggalkan bekas gigitan pada salah satu mata kakinya. Michael juga merasa melihat Maureen berubah menjadi seorang wanita tua yang berumur sekitar 90-an, dengan rambut acak-acakan, muka dengan kerutan dan berbentuk buruk, dan air liur yang menetes dari mulutnya yang ompong.

Masih banyak kejadian aneh yang dialami keluarga Hillenburgh selama menempati rumah itu misalnya; kunci, jendela, dan pintu rumah dirusakkan oleh suatu kekuatan yang tak terlihat. Selain itu dari dinding aula dan lubang kunci di pintu kamar bermain yang ada di loteng mengeluarkan lumpur yang berwarna hijau.

Setelah memutuskan bahwa ada yang tidak beres dengan rumah mereka, yang tidak dapat dijelaskan secara rasional, maka Michael dan Maureen Hillenburgh melaksanakan suatu pemberkatan dengan cara mereka sendiri pada 8 Januari 1986. Michael memegang sebuah salib yang terbuat dari perak, dan selagi pasangan itu membacakan Doa Para Raja, dari ruang tamu mereka terdengar suara paduan suara yang meminta agar mereka berhenti: 

“Will you stop!”.

Di pertengahan Januari 1986, setelah usaha pemberkatan yang dilakukan oleh Michael dan Maureen, mereka mengalami kejadian yang kemudian menjadi malam terakhir mereka berada di rumah itu. 

Keluarga Hillenburgh menilai bahwa semua peristiwa yang terjadi selama ini merupakan sesuatu yang sangat menyeramkan, “too frightening”.

Setelah berkonsultasi dengan Bapa Earnest, mereka pun memutuskan untuk mengambil beberapa barang milik mereka dan memutuskan untuk tinggal di rumah ibu Maureen di dekat Maliveld Park, Den Haag. Pada 27 Januari 1986, Michael dan Maureen bersama keempat anaknya dan anjing mereka Tommy, pergi dari rumah terkutuk itu dan meninggalkan banyak barang di halaman belakangnya. Hari berikutnya, seorang tukang ditugaskan untuk memindahkan barang-barang tersebut untuk dikirim ke keluarga Hillenburgh di Maliveld. Dan ia melaporkan bahwa ada fenomena yang sangat tidak normal di dalam rumah itu.

Tuesday, September 17, 2019

Kisah Kebrutalan Khmer Merah (Kamboja)

Kisah kebrutalan Khmer Merah yang mengerikan dapat membuat kita merinding. Salah seorang nenek yang merupakan saksi atas kebrutalan Khmer Merah mengisahkannya dengan sangat gamblang. Kim Khen adalah seorang nenek renta Kamboja berusia 80 tahun. Dia tidak bisa berdiam diri lagi tentang kebrutalan rezim Khmer Merah. 

Ada kisah horror masa lalu yang memilukan. “Mereka melakukan hal-hal buruk dan, jika saya terus menyembunyikannya, itu sama dengan menyembunyikan seorang musuh di desa saya,” kata Kim tentang tentara Khmer Merah, yang pernah meneror rekan tahanan sesama perempuan di Kamboja pada akhir 1970-an.

“Suatu hari, para tentara datang dengan besi panjang membara dan menanyakan apakah ada 'wanita nakal',” kata nenek, yang bercerita sembari didampingi seorang psikolog. Dia melanjutkan kisah pelecehan seksual brutal terhadap seorang perempuan lain. Para tentara kemudian menyentuhkan besi membara itu ke tangannya sendiri. Kim pun melucuti blus putihnya... Banyak perempuan menyimpan rapat trauma penyiksaan itu.

Dia adalah salah satu dari sedikit yang bertahan di antara 600 tahanan perempuan di sebuah penjara di Provinsi Takeo. Dia bertutur di sebuah forum publik di Phnom Penh. “Saya bicara mewakili tahanan perempuan yang tewas,” katanya di hadapan 400 orang hadirin.

Dengan menangis, dia mengenang bagaimana para perempuan diciduk dari tahanan “untuk bermain” dengan para tentara, yang tidak pernah dia lihat lagi kelak. Dia tidak menyaksikan pemerkosaan, tetapi, “Saya mendengar rintihan.” Kim berbicara atas upaya sebuah lembaga nirlaba bernama Cambodian Defenders Project (CDP).

“Pelecehan seksual meluas, tetapi hanya ada sedikit penyelidikan soal itu,” kata Duong Savorn dari CDP. Dipimpin Polpot, rezim Khmer Merah merusak masyarakat modern Kamboja, memisahkan keluarga, memaksa warga memasuki kamp kerja paksa. Ini merupakan utopia untuk menciptakan sebuah komunitas komunis selama empat tahun kekuasaan (1975-1979).

Kim dipenjarakan hanya karena meratapi kematian ibu dan suami. “Saya khawatir anak-anak saya malu karena kisah saya. Namun, selama saya memendamnya, dada saya terasa berat.”

Saksi lain bernama Hong Savath bertutur juga. Dia berusia 14 tahun saat diperkosa tiga kader Khmer Merah. Dia kemudian pingsan dan ditinggal sendirian di hutan. Dia melahirkan seorang anak empat bulan setelah pasukan Vietnam menjungkalkan Khmer Merah.

“Saya seorang ibu yang tidak pernah menikah, saya tidak menyembunyikan bahwa saya telah diperkosa. Ada yang bisa menerima kisah saya dan ada yang mendiskriminasikan saya. Jika kita diam, kita akan menyesal di akhir hidup kita. Kita harus bercerita kepada dunia bahwa Kamboja menderita pelecehan seksual di bawah rezim Khmer Merah.”

Namun, ada seorang perempuan renta lain yang enggan bertutur.

“Saya tidak bisa mengungkapkan penderitaan saya karena begitu berat. Pengadilan Khmer Merah akan segera berakhir... dan pemerintah tidak melihat kasus kekerasan seksual dengan serius. Kami kecewa. Kami seperti benda terapung saja di sungai.”

Pembantaian di Kamboja Beserta Bekas-bekas Khmer Merah (Kamboja)

Republik Khmer Lon Nol digulingkan pada 17 April 1975 oleh para pasukan Khmer Merah dan para Pendukung Polpot, sebelumnya Lon Nol melakukan kudeta terhadap pangeran Sihanouk saat sang pangeran berkunjung di Rusia. Dan karena hal tersebut akhirnya terjadi perang saudara yang cukup lama di sekitar Kamboja. 

Dan karena rakyat sudah bosan, runtuhnya rezim Lon Nol dinilai sebagai kebebasan rakyat dari perang saudara yang berkepanjangan. Akan tetapi harapan rakyat Kamboja belum terpenuhi, justru pada rezim berikutnya barulah penderitaan yang sangat berat dialami oleh rakyat Kamboja.

Pemerintahan Polpot (Rezim Khmer Merah) membawa Kamboja ke arah Komunis China. Tujuan dari pemerintahan Polpot sendiri memiliki beberapa hal di antaranya.

Kamboja mampu menciptakan tatanan sosialis murni yang berdiri sendiri melalui produktivitas petani dengan mengatakan, 

“Kami membuat sebuah revolusi yang unik,” katanya.

“Apakah ada negara yang berani menghapuskan uang dan pasar seperti cara yang kami miliki? Kami adalah model yang baik bagi seluruh dunia.” yang intinya bahwa Rezim Khmer Merah bertujuan untuk membentuk masyarakat Utopis dengan berlandaskan pertanian yang makmur.

Berikut ini kondisi masyarakat Kamboja di bawah Khmer Merah. Masyarakat dari kota banyak yang dibawa ke desa sehingga kota kosong seperti kota hantu, terutama Battambang dan Pnompenh. Pada kedua kota tersebut ratusan ribu penduduk meninggalkan kota atau memilih mengungsi, beberapa sekolah tempat pusat akademisi dijadikan penjara sekaligus tempat penyiksaan yang tidak sealiran dengan Khmer Merah.

Di sekeliling desa tempat pertanian dipasang ranjau yang sangat mengerikan, sehingga Polpot bilang bahwa itu adalah tentara yang paling sempurna. Banyak yang berusaha kabur ke hutan-hutan, akan tetapi apabila mereka menginjak ranjau maka kematian langsung mendatangi mereka. Belum lagi setelah keluar dari zona ranjau, para penduduk masih harus menghindari pengejaran tentara Khmer Merah.

Terjadi banyak pembantaian di berbagai wilayah, dan kelaparan-kelaparan masyarakat yang dipekerjakaan oleh Polpot. Beberapa wilayah dijadikan pula kuburan masal, hal itu bisa dilihat dari berbagai tulang belulang yang berserakan yang tersebar di berbagai wilayah yang ada di Kamboja.

Kondisi politik Kamboja di masa Khmer Merah saat itu adalah banyaknya musuh-musuh politik dari Khmer Merah yang dibunuh dan disingkirkan, terutama para akademisi, dan para pedagang, juga mereka yang mendukung pemerintahan Lon Nol. Dan para anggota Khmer Merah beranggapan bahwa orang-orang yang memiliki pendidikan, susah untuk diajak menjadi petani yang patuh.

Struktur politik benar-benar dikuasai oleh Khmer Merah dan siapapun yang menentang akan disingkirkan. Partai yang berkuasa adalah partai Khmer Merah, para pendukung Khmer Merah mereka mendirikan kamp-kamp yang dijadikan tempat penyiksaan dan pembunuhan oleh para sipir penjara Kamboja. Dan banyak kekejian yang dilakukan mereka.

Kondisi ekonomi di bawah Khmer Merah adalah saat itu kota menjadi sepi semua penduduk pindah ke desa, produksi di kota-kota terhenti, terutama Pnompenh dan Battambang, kedua kota itu seperti kota mati. Penduduk menjadi jarang karena telah digiring ke lahan pertanian. Dan banyak di antara mereka yang mengungsi ke negara tetangga atau ke hutan-hutan di wilayah Kamboja.

Sektor pertanian ditingkatkan, dengan para pekerja yang berasal dari para penduduk yang dijadikan pekerja oleh Khmer Merah. Sehingga dimana pada awalnya sektor industri hancur, dan bahkan mata uang berhenti beredar. Oleh sebab itu pada saat Khmer Merah, Kamboja benar-benar menutup diri dari dunia luar.

Tak hanya itu, dunia internasional juga banyak menuai kecaman. Tanggapan dunia internasional terhadap rezim Khmer Merah Amerika Serikat dan sekutunya Polpot memperoleh dukungan dari Thailand dan AS. AS dan Tiongkok memveto alokasi perwakilan Kamboja di Sidang Umum PBB yang berasal dari pemerintahan Heng Samrin. AS secara langsung dan tidak langsung mendukung Polpot dengan menyalurkan bantuan dana yang dikumpulkan untuk Khmer Merah (setelah Polpot mundur, dan digantikan oleh Heng Samrin yang pro Vietnam atau soviet).

Di sini China sangat jelas mendukung Khmer Merah, karena perbedaan dengan Idiologi dan hubungan yang kurang baik antara China dan Vietnam, membuat China tetap mendukung pemerintahan Polpot. Akan tetapi di masa Heng samrin Tiongkok tidak menudukung pemerintahan tersebut karena dianggap sebagai Boneka dari Vietnam. Dan hal itu juga yang menyebabkan persetruan antara Vietnam dan China di masa itu.

Di sini Rezim Polpot berstatus musuh dari Vietnam. Dimana Vietnam penduduk perbatasannya ikut terimbas dari pembantaian yang dilakukan oleh pasukan Khmer Merah, hal ini juga yang nantinya membuat Vietnam menyerang kambodja yang didukung oleh Soviet. Tetapi pada perkembangan berikutnya karena kecaman dari dunia internasional Soviet berhenti mendukung vietnam, dan Vietnam pun melepas Kemboja, karena tekanan keras dari semua pihak.

Pada akhir 1978, Vietnam menginvasi Kamboja. Pasukan Kamboja dikalahkan dengan mudah, dan Polpot lari ke perbatasan Thailand. Pada Januari 1979, Vietnam membentuk pemerintah boneka di bawah HengSamrin, yang terdiri dari anggota Khmer Merah yang sebelumnya melarikan diri ke Vietnam untuk menghindari pembasmian yang terjadi sebelumnya pada 1954. 

Banyak anggota Khmer Merah di Kamboja sebelah timur yang pindah ke pihak Vietnam karena takut dituduh berkolaborasi. Polpot berhasil mempertahankan jumlah pengikut yang cukup untuk tetap bertempur di wilayah-wilayah yang kecil di sebelah barat Kamboja. Pada saat itu, Tiongkok, yang sebelumnya mendukung Polpot, menyerang, dan menyebabkan Perang Tiongkok-Vietnam yang tidak berlangsung lama.

Tetapi Vietnam juga mempunyai tujuan untuk menginvasi Kamboja, berikut penjelasanya. Sebenaranya masalah warisan sejarah yaitu menyangkut adanya batas-batas wilayah yang tidak jelas antara Vietnam dengan Kamboja turut menjadi tujuan Vietnam untuk menginvasi Kamboja. Hal itu di perkuat keinginan dari Vietnam untuk memegang kendali atas Indocina termasuk di dalamnya adalah Kamboja dan Laos. Belum lagi di ranah luar perpecahan antara dua kekuatan besar komunis di dunia yaitu Uni Soviet dan Cina dan Kamboja selalu menjadi daerah rebutan antara Thailand dan Vietnam.

Diantara keduanya tidak ingin Kamboja sebagai batu loncatan untuk menyerang salah satu negara di kawasan indocina, termasuk usaha Amerika menyerang Vietnam. Terakhir, adanya kepentingan, dengan Hanoi’s Blue Print ingin menjadikan Hanoi sebagai sentral kekuatan bagi seluruh Indocina 

Pemerintahan Heng Samrin (negara boneka bentukan Vietnam yang ditentang dunia internasional), Pemerintahan Heng samrim mengakhiri Rezim Khmer Merah yang berkuasa. Akan tetapi rezim ini tidak diakui oleh dunia internasional, dan setelah rezim ini para mantan perwira Khmer Merah belum mendapatkan pengadilan dalam kasus pembantaian rakyat sipil. Di samping itu Heng Samrin sendiri tidak didukung oleh mayoritas rakyat Kamboja, hingga nanti pemerintahan kembali lagi ke pangeran Norodom.

Roh Penasaran Korban Khmer Merah (Kamboja)

Adanya rezim yang telah menyiksa dan membunuh jutaan orang di Kamboja, muncullah cerita tak terhitung tentang roh gelap yang menghantui masyarakat Kamboja. Saat malam hari di ibukota Kamboja, penjaga keamanan berkumpul karena takut.

 “Pada malam hari, kita sering melihat bayangan hitam berjalan,” kata Kim Sok, penjaga berusia 25-tahun di museum, yang berfungsi sebagai penjara utama rezim Khmer Merah tahun 1975-1979. 

“Kami harus berdekatan sehingga kita bisa menjaga satu sama lain.” lanjutnya.

Di penjara yang berkode S-21 di bawah pengawasan mantan guru matematika Kaing Guek Eav, alias Duch, lebih dari 15.000 tahanan disiksa sebelum diangkut ke ladang pembantaian di pinggiran Phnom Penh. Kepercayaan terhadap hantu korban rezim Khmer ini tersebar luas di seluruh Kamboja dan ada ketakutan tertentu kepada mereka yang telah meninggal karena kekerasan tanpa pemakaman Buddhis yang tepat.

“Banyak orang, termasuk turis, mengatakan mereka telah melihat roh menyamar sebagai seorang biarawan, seorang tahanan dan anak-anak,” kata Simorn Ith, 48 tahun, yang tinggal di sebuah rumah di seberang museum tua tersebut.

Chey Sopheara, direktur museum Tuol Sleng, mengatakan ia melihat roh narapidana di sana tak lama setelah Khmer Merah digulingkan pada Januari 1979.

“Suatu sore sekitar pukul 18.30, saya sedang duduk di bangku di dekat salah satu bangunan dan perwujudan roh yang sangat besar muncul dan dua tangannya memegang paha saya begitu erat sehingga saya tidak bisa bergerak. Saya melihat hantu itu mengenakan celana merah.” Keesokan paginya, menurut cerita, penjaga menemukan mayat seorang gadis berbalut celana merah.

Tiga dekade setelah ia selamat dari sengatan listrik dan pemukulan yang sering dilakukan oleh rezim Khmer di penjara, mantan tahanan Chum Mey, Tuol Sleng mengatakan ia sering bangun tengah malam dan menangis.

“Kadang-kadang, roh-roh penasaran itu membuat saya bermimpi tentang mereka dan mereka meminta bantuan saya,” kata lelaki tua berusia 79 tahun tersebut, yang dibiarkan hidup oleh rezim Kmer karena ia dianggap sebagai seorang mekanik yang berguna.

Monday, September 16, 2019

Hantu Wanita Penghuni Pohon Pisang/Ba Jiao Gui (Thailand)

Ba Jiao Gui secara harfiah diartikan sebagai hantu pisang. Hantu wanita yang tinggal di pohon pisang ini akan muncul sembari meratap pada malam hari, kadang-kadang sambil membawa bayi. 

Dalam beberapa cerita rakyat dari Thailand, Malaysia dan Singapura, orang-orang senang meminta nomor undian dari hantu itu dengan harapan memenangkan undian. Mereka akan mengikat benang merah mengelilingi batang pohon dan menempelkan jarum di dalamnya dan kemudian mengikat ujung tali ke tempat tidur mereka.

Saat malam hari, Ba Jiao Gui akan muncul dan memohon kepada orang-orang itu untuk membebaskannya, dan sebagai imbalannya, ia akan memberikan nomor undian. Jika orang tersebut tidak memenuhi janjinya untuk membebaskan hantu tersebut setelah menang, dia akan bertemu dengan kematian yang mengerikan. 


Thursday, September 12, 2019

Misteri Rumah Bernomor 112 di Ocean Aveneu (Amerika)



Sumber Gambar : https://travel.detik.com

Rumah bernomor 112 di Ocean Avenue adalah sebuah rumah besar yang terletak di Amityville, sebuah lingkungan di pinggiran kota di selatan Long Island, New York. Rumah tersebut telah kosong selama 13 bulan setelah terjadi pembunuhan. Bermula dari seorang pemuda yang rentan terhadap penyalahgunaan narkoba, Ronald deFeo Jr (alias "Buth") yang membantai enam anggota keluarganya pada suatu malam tanggal 14 November 1974 dengan mengunakan senjata api, di saat anggota keluarganya tertidur. 
Pertama ia menembaki ayah dan ibunya yang sedang tidur di kamar mereka, diteruskan dengan membunuh saudaranya yang lebih muda. Menurut polisi, deFeo membunuh seluruh anggota keluarganya untuk mendapatkan sejumlah uang, tetapi banyak isu-isu yang beredar bahwa Defeo melakukan pembunuhan keji itu dikarenakan dia mendengar bisikan-bisikan gaib dari arwah yang ada di rumah tersebut.
Saat ditangkap, dia mengaku, membunuh karena suruhan suara yang mendengung di kepalanya.Tapi anehnya, keenam korban ditemukan tertelungkup di tempat tidur mereka. Mereka tampak seperti tertidur dengan tenang, tidak ada tanda kalau mereka sebelumnya minum obat penenang. Ini memang menjadi misteri yang aneh. Sementara pelaku, Ronald DeFeo, dijebloskan ke penjara di New York dan mendekam di sana sampai mati.
Hingga pada bulan Desember 1975, keluarga Lutz (George dan Kathy serta anak-anak) membeli rumah tersebut seharga $80.000. Rumah yang memiliki enam kamar tidur ini dibangun dengan gaya kolonial Belanda, dan memiliki atap yang melengkung. Rumah ini dilengkapi dengan kolam renang dan sebuah rumah tempat penyimpanan kapal. George dan Kathy telah menikah pada bulan Juli 1975 dan mempunyai rumah mereka sendiri, namun ingin memulai kembali dengan memiliki rumah baru. 
Kathy mempunyai tiga anak dari pernikahan sebelumnya, Daniel (9), Christopher (7), dan Melissa alias Missy (5). Mereka juga memiliki seekor anjing Labrador yang diberi nama Harry. Selama pengecekan saat akan membeli rumah tersebut, oleh agen mereka telah diberitahukan mengenai pembunuhan yang dilakukan oleh DeFeo, namun mereka menganggap hal itu bukanlah masalah.
Keluarga Lutz pindah ke rumah tersebut pada tanggal 18 Desember 1975. Sebagian besar mebel dari keluarga DeFeo masih ada, karena semuanya termasuk dalam kesepakatan jual beli. Seorang teman George Lutz telah mempelajari tentang masa lalu sejarah rumah tersebut, dan mendesak agar mereka melakukan pemberkatan. Namun mereka tidak mengerti cara-caranya. George mengenal seorang Pendeta Katolik yang bernama Bapa Ray (Bapa Mancuso), dan ia bersedia untuk melakukan pemberkatan. 
Bapa Mancuso adalah seorang pengacara, imam Katolik, dan seorang psikoterapi yang tinggal di Sacred Heart Rectory. Ia tiba untuk melaksanakan berkat pada sore hari tanggal 18 Desember 1975 di saat George dan Kathy sedang membongkar barang-barang mereka. Ketika ia mengibaskan air suci yang pertama dan mulai untuk berdoa, ia mendengar suara dengan jelas yang mengatakan, "Keluar!"-"Get out!” Di saat meninggalkan rumah tersebut, ia tidak menceritakan kejadian itu kepada George maupun Kathy. 
Pada tanggal 24 Desember 1975, Bapa Mancuso menelepon George Lutz dan menasihatkan agar dia tidak menggunakan ruang dimana ia telah mendengar suara yang aneh tersebut. Ruang ini adalah ruangan yang direncanakan Kathy digunakan sebagai ruang jahit, dan tadinya adalah kamar tidur Marc dan Yohanes Matthew DeFeo. Percakapan telepon terputus secara tiba-tiba, dan kunjungan berikutnya ke rumah tersebut mengakibatkan Bapa Mancuso menderita demam tinggi dan pada lengannya dijumpai tanda yang mirip dengan tanda stigmata.
Pada mulanya, George dan Kathy Lutz tidak merasakan hal yang aneh dengan rumah mereka. Namun setelah 28 hari keluarga Lutz tinggal di rumah itu, mereka mulai merasakan hal-hal aneh dengan rumah tersebut. Mereka merasa bahwa “masing-masing dari mereka tinggal di suatu rumah yang berbeda.”
Sebagian dari pengalaman keluarga Lutz diuraikan sebagai berikut:
  • George selalu terbangun sekitar pukul 03:15 setiap paginya, dan kemudian keluar ke rumah tempat penyimpanan kapal. Waktu tersebut diperkirakan adalah waktu dimana DeFeo membunuh anggota keluarganya.
  • Rumah mereka selalu diganggu oleh segerombolan lalat di setiap musim dingin.
  • Kathy mendapat mimpi buruk tentang pembunuhan dan saat dimana ia melakukan persetujuan pembelian rumah tersebut. Anak-anak mereka juga mulai tertidur dengan terlungkup, posisi yang sama saat mayat DeFeo ditemukan.
  • Kathy merasakan seolah-olah "sedang dipeluk" dengan penuh kasih oleh suatu kekuatan yang tidak terlihat.
  • Kathy menemukan sebuah ruang kecil yang tersembunyi (sekitar empat kaki) di belakang basement. Dindingnya bercat merah dan ruangan itu tidak tampak di dalam denah rumah. Ruangan itu kemudian dikenal dengan nama "The Red Room.” Ruangan ini memiliki pengaruh terhadap anjing mereka Harry, yang selalu menolak untuk mendekat dan selalu berjongkok seolah merasakan sesuatu yang negatif.
  • Ada udara dingin, bau parfum dan kotoran di dalam rumah, dimana tidak terdapat saluran udara atau jalur bagi sumber tersebut.
  • Putri mereka yang berumur lima tahun, Missy, mengisahkan teman imajinasinya yang bernama "Jodie" yang memiliki mata yang sangat merah.
  • George selalu dibangunkan oleh bunyi bantingan pintu depan. Ia akan segera ke lantai bawah dan menemukan anjing mereka tertidur dengan suara keras di depan pintu. Tidak ada orang lain yang mendengar suara itu kecuali dia.
  • George mendengar apa yang diuraikan sebagai "Marching band Jerman" atau suara seperti radio yang tidak disetel dengan frekuensi yang tepat. Namun ketika ia pergi menuju lantai bawah, suara gaduh akan berhenti.
  • George memiliki kemiripan kuat dengan Ronald DeFeo Jr., dan mulai bermabukan di The Witches' Brew, bar dimana DeFeo adalah salah seorang pelanggannya.
  • Ketika mengecek tempat penyimpanan kapal pada suatu malam, George melihat sepasang mata merah yang sedang memperhatikan dia dari jendela kamar Missy. Ketika ia pergi ke atas untuk melihatnya, ia tidak menemukan apa-apa. Kemudian disimpulkan bahwa itu adalah "Jodie.”
  • Ketika di tempat tidur, Kathy mendapatkan bekas merah di dadanya disebabkan oleh suatu kekuatan tak terlihat, dan ia diangkat sekitar dua kaki dari tempat tidurnya.
  • Kunci, jendela, dan pintu rumah dirusakkan oleh suatu kekuatan yang tak terlihat.
  • Terdapat belahan kuku binatang yang besar di salju yang kemudian dihubungkan dengan seekor babi besar pada tanggal 1 Januari 1976.
  • Dari dinding aula dan lubang kunci dari pintu kamar bermain yang ada di loteng keluar lumpur yang berwarna hijau.
  • Sebuah salib 12 inchi yang digantung Kathy di kamar kecil ditemukan terpasang terbalik dan menyemburkan bau.
  • George tersandung oleh sebuah keramik singa Tiongkok yang memiliki tinggi sekitar empat kaki, yang kemudian meninggalkan bekas gigitan pada salah satu mata kakinya.
  • George melihat Kathy berubah menjadi seorang wanita tua yang berumur sekitar 90-an, dengan rambut acak-acakan, muka dengan kerutan dan berbentuk buruk, dan air liur yang menetes dari mulutnya yang ompong.

Setelah memutuskan bahwa ada yang tidak beres dengan rumah mereka, yang tidak dapat dijelaskan secara rasional, George dan Kathy Lutz melaksanakan suatu pemberkatan dengan cara mereka sendiri pada tanggal 8 Januari 1976. George memegang sebuah salib yang terbuat dari perak selagi kedua-duanya membacakan “Doa Para Raja,” dan dari ruang tamu mereka, menurut dugaan banyak orang terdengar suara paduan suara yang meminta agar mereka berhenti: "Will you stop!”

Di pertengahan Januari 1976, dan setelah usaha pemberkatan yang dilakukan oleh George dan Kathy, mereka mengalami kejadian yang kemudian menjadi malam terakhir mereka berada di rumah itu. Keluarga Lutz menilai bahwa segala kejadian yang terjadi sebagai sesuatu yang sangat menakutkan, "too frightening.”

Setelah berkonsultasi dengan Bapa Mancuso, mereka memutuskan untuk mengambil beberapa barang kepunyaan mereka dan memutuskan untuk tinggal di rumah ibu Kathy di dekat Deer Park, New York. Pada tanggal 14 Januari 1976, George dan Kathy Lutz bersama ketiga anaknya dan anjing mereka Harry, meninggalkan rumah dan meninggalkan banyak barang di belakang rumah tersebut. Hari berikutnya, seorang tukang ditugaskan untuk memindahkan barang-barang untuk dikirim ke keluarga Lutz. Ia melaporkan ada fenomena yang tidak normal di dalam rumah itu. 

Selama keluarga Lutz tinggal dirumah 112 Ocean Avenue, Stephen Kaplan, seorang ahli vampir, dipanggil untuk menyelidiki rumah itu. Kaplan kemudian menulis sebuah buku kritis berjudul The Amityville Horror Conspiracy bersama istrinya Roxanne Salch Kaplan. Buku ini kemudian diterbitkan pada tahun 1995, dan Stephen Kaplan meninggal dunia disebabkan serangan jantung pada tahun yang sama.

Di malam tanggal 6 Maret 1976, rumah tersebut juga diselidiki oleh Ed dan Lorraine Warren, sepasang suami istri yang berprofesi sebagai demonologi, bersama dengan kru dari stasiun televisi Channel 5 New York. Selama penyelidikan dengan menggunakan sinar infra merah, terlihat gambaran yang menurut dugaan adalah seorang anak laki-laki demonic dengan mata menyala. Rumah itu juga diselidiki oleh seorang parapsikologi, Hans Holzer. Warren dan Holzer berpendapat bahwa rumah tersebut diduduki oleh kekuatan jahat, berkaitan dengan sejarah masa lalu rumah tersebut.

Pada tahun-tahun terakhir, banyak situs yang dibuat untuk "The Amityville Horror", baik yang mendukung maupun menolak peristiwa itu. Hampir setiap aspek mengenai cerita-cerita tersebut telah diperdebatkan, dan persaingan antara peneliti telah menjadi begitu panjang.

Penampakan Kapal Hantu The Flying Dutchman (Inggris)



Sumber Gambar : www.thevintagenews.com

Peristiwa ini konon terjadi tahun 1641 ketika Hendrik van der Decken bersumpah akan mengelilingi Tanjung Harapan hingga kiamat. Sejak itu sosoknya tak pernah terlihat lagi. Nasibnya pun tak diketahui. Namun banyak saksi mengatakan, bahkan berani bersumpah, mereka sering melihat kapal si kapten yang dikenal dengan sebutan, The Flying Dutchman, tiba-tiba berada di perairan sekitar sana, lalu menghilang. 

Kadang kapal hantu itu begitu dekat dengan kapal mereka sehingga mereka bisa melihat jelas. Para pelaut menyebut, penampakan kapal hantu The Flying Dutchman, sebagai suatu pertanda buruk bagi kapal yang melihatnya. Bukan karena kapal hantu itu yang mereka takuti, tapi bencana buruk yang bakal menimpa jika melihat penampakan kapal itu. 

Sebut saja salah satu contohnya adalah ketika kapal hantu itu muncul dan disaksikan para awak kapal Raja Inggris, George V, pada tahun 1881. Beginilah kesaksian yang ditulis,

"Pada pukul 4 pagi, Flying Dutchman melintasi di depan kami. Sungguh aneh, semua lampu di kapal itu menyala terang benderang dan berwarna merah, di tengah-tengah kapal ada tiang-tiang yang menyala.” 

Keesokan paginya, para pelaut yang menjadi saksi mata penampakan Flying Dutchman tewas secara misterius.

Jangan Jual Rumahku (Norwegia)

Sepasang suami istri yang baru menikah tinggal di sebuah cottage. Istrinya yang pertama telah meninggal dunia sehingga ia menikah lagi. Cottage itu dibangun oleh sang suami untuk istri pertamanya. Beberapa bulan kemudian, si istri kedua hamil anak kembar. Si suami berencana menjual cottage itu dan membeli rumah yang lebih besar untuk anak kembarnya.

Sejak saat itu, rumah itu sering dipenuhi bau parfum yang dikenali si suami sebagai bau parfum yang selalu dipakai istri pertamanya yang sudah meninggal. Buku-buku berubah posisi seperti yang biasa diatur istri pertamanya, begitu juga letak perabotan. Puncaknya, ketika seorang broker datang untuk mendiskusikan penawaran cottage. Si istri sedang mencuci di basement ketika sebuah bayangan wanita cantik muncul di puncak tangga, berbisik lirih, "Jangan jual rumahku..."

Bisikan itu semakin lama mengeras, berubah menjadi teriakan, dan wajah cantik bayangan itu berubah menyeramkan karena amarah.

"Jangan jual rumahku! Jika kau menjualnya, aku akan mengutukmu!"

Si istri lari ketakutan dan bayangan itu lenyap. Ketika bercerita pada suaminya, si suami memutuskan tetap menjual rumah itu walaupun ia pernah berjanji pada istri pertamanya, ia tidak akan menjual cottage itu selamanya.

Beberapa bulan kemudian, si istri diserang rasa sakit luar biasa di perutnya, dan dibawa ke rumah sakit. Di sana ia melahirkan secara prematur sepasang anak kembar yang cacat. Suaminya yang terkejut mendengar kabar, segera melaju ke rumah sakit dan di tengah jalan mengalami kecelakaan.

Si istri, mendengar kematian suaminya, sangat shock. Ketika ia menoleh, di sudut kamar rumah sakit, ia melihat hantu istri pertama suaminya tersenyum menyeringai. Si istri meninggal seketika karena serangan jantung. 

Misteri Pembunuhan di Sebuah Lift (Korea Selatan)

Kisah nyata yang masih melegenda sampai saat ini adalah sebuah kisah yang sangat menakutkan dari negara Korea tentang seorang gadis yang dibunuh pada malam hari di sebuah lift/elevator. Kasus ini sangat terkenal sebagai “Pembunuhan di Lift”.

Ketika itu ada seorang gadis Korea berusia 19 tahun bernama Mi Sun sedang menghadiri sebuah acara di salah satu universitas di kota besar Korea. Suatu malam, ia harus tetap berada di ruang perpustakaan untuk menyelesaikan sebuah proyek dan membuat gadis itu pulang pada larut malam.

Gadis itu tinggal di lantai 14 di sebuah gedung apartemen yang tidak begitu jauh dari universitas, proyek yang ia kerjakan di universitas pun telah selesai kemudian ia bergegas pulang dan sampai di sebuah apartemen, ia berdiri di pintu masuk dan menekan tombol untuk memanggil lift.

Ketika lift tiba dan pintu lift terbuka ia pun langsung melangkah masuk dan menekan tombol untuk menuju ke lantai yang ditujunya. Sesaat pintu lift akan segera menutup, ada seorang pria yang sedang berlari menuju lift, pria itu sungguh terlihat lelah dan mengulurkan tangannya untuk menghentikan penutupan pintu. Kemudian, ia melangkah masuk ke lift dan berdiri di sampingnya.

"Permisi, apakah Anda tinggal di lantai 14?" tanya pria itu, sambil melihat tombol lift menyala.
"Ya." Jawab gadis itu sambil terdiam.

"Ohh." Kata pria itu sambil tersenyum padanya.

"Kebetulan sekali ya, saya tinggal di lantai 13 hanya beda 1 lantai." Sahut pria itu sambil menekan tombol lift nomor 13.

Melalui jendela di pintu lift, gadis itu hanya menyaksikan lantai yang sedang berlalu menuju ke atas, dan keduanya pun berdiri dalam keadaan hening dan terdiam. Gadis itu melirik beberapa kali kepada pria itu, kemudian mereka kebetulan berpapasan dalam satu pandangan, pria itu tersenyum manis kepadanya, dan gadis itu merasa malu dan pipinya pun memerah. Saat itu, lift berhenti di lantai 13, pintu lift pun terbuka dan pria itu melangkah keluar dari lift.

"Sampai nanti ya." Kata pria itu sambil tersenyum.

"Ya dengan senang hati, sampai ketemu lagi." Jawab gadis itu dengan nada riang.

Kemudian pintu lift itu menutup, dan tiba-tiba saja pria itu berbalik dan menoleh kepadanya, dan menarik sebuah benda dari dalam jasnya, benda itu adalah sebuah pisau dapur yang tajam. Dan pria itu berkata pada gadis itu, dengan suara mengancam.

"Hey! Lantai atas, aku tunggu kau!" Kemudian pria itu tertawa seperti orang gila, dan pria itu berlari menuju tangga menuju lantai 14. Gadis itu pun mulai merasa panik dan takut, kemudian ia memukul-mukul tombol lift dengan keras dan berusaha untuk menghentikan laju lift, tetapi usahanya itu pun tidak ada gunanya dan ia pun putus asa. Ketika ia sampai di lantai 14 dan pintu lift pun telah terbuka, pria yang membawa pisau itu pun sudah berdiri di sana, menunggunya, dan siap untuk membunuhnya.

Dikabarkan seorang gadis bernama Mi Sun itu ditemukan tewas, ditikam sampai mati di dalam lift. Para penduduk mengatakan bahwa bagian terburuk dalam kasus kematian lift ini adalah bukan kematian dari gadis itu, melainkan penderitaan yang dialami gadis itu dengan ancaman pembunuhan dalam menuju ke lantai 14, dan perasaan takut yang dipenuhi dengan keputusasaan, terjebak dalam lift sambil memukul tombol lift supaya berhenti, kemudian ia tahu bahwa ia akan mati di lantai 14. Para penduduk telah mengklaim bahwa di dalam kasus ini ada suatu alasan mengapa di setiap lift sekarang telah tersedia memiliki tombol berhenti.

Tuesday, September 10, 2019

Rumah Kosong Yeongdeok (Korea Selatan)


Sumber Gambar : http://www.tempatangker.com

Rumah kosong di daerah Yeongdeok dikenal sebagai salah satu bangunan terangker yang ada di Korea Selatan. Dilaporkan kerap terjadi fenemena supranatural di bangunan lusuh yang terletak di atas bukit dan menghadap pantai tersebut.

Seorang paranormal pernah mencoba menerawang isi rumah tak berpenghuni tersebut. Dia mengungkapkan rumah itu dikuasai arwah penasaran wanita muda yang tewas bunuh diri di basement rumah. Sosok itu sering menampakkan diri kepada para pengunjung yang nekad memasuki rumah tersebut. Tak heran jika rumah Yengdeok sering dijadikan oleh sejumlah pemburu hantu amatir yang coba melakukan uji nyali di malam hari. Mereka mengakui merasakan fenomena supranatural saat menelusuri sejumlah ruangan di bangunan ini.

Kepopulerannya ini membuat rumah Yeongdeok masuk dalam acara investigasi supranatural “I Wouldn’t Go There” yang ditayangkan National Geografic. Penyelidikan mengungkap kisah tragis yang terjadi di masa perang Korea tahun 1950-an. Bangunan tersebut awalnya dibangun dan digunakan sebagai restoran oleh salah satu keluarga di daerah setempat sekitar tahun 1980-an. Namun usaha mereka bangkrut. Hingga empat kali berganti kepemilikan, semua usaha di rumah tersebut selalu gagal.

Padahal rumah Yeongdeok berada di lokasi strategis. Berada di atas bukit, para pengunjung bisa menikmati pemandangan pantai timur Korea Selatan yang indah. Aktifitas para nelayan di tepi pantai juga menambah keindahan pemandangan bagi para pengunjung sambil menyantap makanan.

Dari hasil penyelidikan, terungkap rumah Yengdeok diduga kuat merupakan lokasi pemakaman ratusan tentara pelajar. Mereka tewas karena dikorbankan oleh tentara sekutu yang berusaha mengalihkan perhatian pasukan lawan mereka, Korea Utara. Mereka yang tewas dikubur ala kadarnya di bukit tersebut. 

Hingga kini, jenazah-jenazah tersebut tidak dipindahkan ke taman makam pahlawan. Bahkan seakan-akan mereka tidak berperan penting atas kemenangan pasukan Korea Selatan. Inilah yang membuat arwah-arwah tentara pelajar ini disinyalir merasa tidak tenang dan kerap menampakkan diri. Ini diperkuat oleh kesaksian seorang paranormal yang mengaku didatangi dua sosok muda berpakaian tentara saat bertapa di rumah Yeongdeok.

Mengenai kisah wanita muda yang gantung diri di basement rumah, dari cerita sejumlah warga setempat, tidak pernah ada kejadian tragis seperti itu di rumah Yeongdeok. Alhasil, kisah itu hanya menjadi bumbu cerita warga pendatang.

Kisah Vampir China

Vampir China adalah hantu yang biasanya digambarkan sebagai mayat hidup yang dapat bergerak dan menghisap darah manusia. Siapapun yang dihisap darahnya juga akan berubah menjadi vampir.

 Dalam cerita atau legenda rakyat China, vampir dikenal dengan sebutan jiangshi (dieja chiang-shih). Jiangshi biasanya digambarkan sebagai mayat kaku yang mengenakan pakaian resmi dari Dinasti Qing dan bergerak dengan cara melompat dan merentangkan kedua tangannya ke depan.

Jiangshi akan membunuh makhluk hidup untuk menyerap qi atau "energi kehidupan" yang dalam hal ini berupa darah. Hantu ini biasanya keluar pada malam hari, sedangkan pada siang hari dia akan berbaring di dalam peti mati atau bersembunyi di tempat gelap seperti gua.

Ji Xiaolan, seorang sarjana dari Dinasti Qing, pernah menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Yuewei Caotang Biji bahwa penyebab dari mayat hidup dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yakni orang yang baru saja meninggal lalu kembali hidup, atau mayat yang telah terkubur untuk waktu yang lama tetapi tidak membusuk.

Misteri Hantu Gadis Kecil (Jepang)

Toire no Hanako atau yang biasa dikenal dengan Hanako si hantu penghuni toilet adalah salah satu hantu yang populer di kalangan anak sekolah Jepang. Setiap membicarakan tentang toilet yang terbilang angker, orang Jepang bahkan mengaitkan dengan hantu Hanako. Siapa sebenarnya Hanako itu?

Toire no Hanako sebenarnya merupakan nama yang cukup old-fashioned untuk nama seorang perempuan Jepang dan pernah menjadi 'trend' di masa lalu. Disebutkan, kisah hantu Hanako bermula pada tahun 1950-an dimana saat itu tengah heboh penampakan anak kecil di toilet sekolah dengan rok merah, berambut bob pendek, dan bisa muncul di kamar mandi sekolah-sekolah SD di Jepang.

Kisah tersebut menceritakan, bahwa saat itu ada seorang anak kecil yang tengah bersembunyi di toilet sekolah dari kejaran ibunya yang gila, namun malang ia berhasil ditemukan dan dibunuh oleh sang ibu. 

Versi lainnya menyebutkan bahwa Hanako adalah anak kecil yang tewas karena serangan udara Perang Dunia II, saat ia sedang bermain petak umpet bersama temannya dan bersembunyi di toilet.

Setiap anak sekolah punya versi cerita Hanako-nya masing-masing. Kehebohan hantu Hanako ini kembali terjadi pada tahun 1980 dimana hantu Hanako itu muncul tidak lagi di sekolah SD tetapi juga di SMP maupun SMA. Biasanya Hanako juga menampakan diri di toilet perempuan. Kalaupun dia bisa terlihat oleh anak laki-laki, kemungkinan toilet yang disemayami Hanako adalah toilet unisex.

Tidak seperti kebanyakan hantu yang menampakan dirinya di malam hari, Hanako biasanya muncul di siang hari saat jam sekolah. Keberadaan Hanako yang sering dijadikan ajang uji nyali bagi anak-anak SD di Jepang. Untuk 'memangggilnya', setiap anak yang masuk kedalam toilet harus memanggil nama “Hanako.” Jika si hantu merespon, maka ia akan menjawab, “Ya, aku ada disini.” 

Kalaupun tidak menjawab, biasanya akan menampakan diri dengan sosok anak perempuan memakai rok merah dan rambut bob berponi. Namun ada juga beberapa anak sekolah yang suka mengganggu temannya dengan mengunci di toilet agar si teman panik ketakutan bertemu dengan Hanako. 

Ada yang mengatakan hantu Hanako baru akan muncul jika seseorang yang 'akan melihat'nya tengah dirundung ketakutan. Takut akan kegelapan kamar mandi, kematian, hingga takut menstruasi, yang menjadi momok anak-anak ABG.

Keberadaan Hanako sama sekali tidak membahayakan jiwa dan tidak suka meneror dengan rasa dendam. Ia hanya makhluk halus yang hanya sekedar muncul untuk menunjukkan eksistensinya dan menjadi 'maskot' hantu masa kini yang ditakuti anak-anak. Orang yang melihatnya, paling hanya akan lari terbirit-birit dan Hanako tidak akan mengejar. 

Tidak ada cara khusus untuk menangkal Hanako. Bahkan ada yang menyebutkan jika hantu Hanako pada aslinya adalah sosok yang baik bahkan mau menolong siapa saja yang tengah dalam masalah dan disebut-sebut kerap membawa keberuntungan.

Kisah Mahasiswa yang Hilang Secara Misterius (Amerika)

Hampir setiap hari laporan kehilangan orang terdekat sepertinya tak pernah ada habisnya. Namun, rata-rata yang dilaporkan hilang adalah anak remaja atau mereka yang memiliki problem kejiwaan. Uniknya, beberapa kasus kehilangan itu terjadi pada mahasiswa beberapa kampus ternama. Hingga kini kasusnya belum terpecahkan dan menjadi misteri. Berikut adalah lima kisah hilangnya mahasiswa secara misterius, yang pernah dilaporkan di dunia.

  • Jack Davis Jr, mahasiswa Indiana University

Pada tanggal 16 Oktober 1987, seorang mahasiswa bernama Jack sedang menghabiskan malam bersama teman-temannya. Ia kemudian dilaporkan hilang dan tidak ditemukan selama beberapa hari.
Namun sungguh mengejutkan, lima hari kemudian tiba-tiba mayatnya ditemukan di tangga hall kampusnya. Jack dalam posisi tertelungkup dan ada sisa muntahan. Diberitakan bahwa ia tersedak muntahan kemudian jatuh dari tangga.

Pihak keluarga tidak mempercayai berita ini dan merasa ada yang janggal, kemudian keluarga mengajukan pemeriksaan forensik. Di sini kemudian ditemukan bahwa ada retakan di kepala Jack. Sebelum hilang, ia juga mencukur bersih wajahnya, tetapi di hari itu terlihat beberapa luka bekas cukuran di wajah. Tubuhnya pun ditemukan dalam kondisi kering, padahal seharusnya hujan membasahinya, karena selama beberapa hari hujan turun begitu derasnya. Tidak ada seorangpun yang bisa memecahkan kasus kematian Jack. Dan keluarga harus merelakan kepergian misteriusnya itu.

  • Joshua Guimond, mahasiswa St John University

Joshua Guimond adalah mahasiswa St John University yang dilaporkan hilang setelah pamit pulang dari pesta bersama rekan-rekannya. Ia pamit hendak kembali ke apartemen, tetapi ternyata ia tak pernah ditemukan pulang. Bahkan mobil serta barang-barangnya masih tersimpan rapi di dalam mobil.

Dua minggu setelahnya, tiga mahasiswa yaitu Christopher Jenkins, Michael Noll dan Erika Marie juga dilaporkan hilang setelah pesta. Namun kemudian pembunuhnya ditemukan. Dikhawatirkan bahwa hilangnya Joshua masih berkaitan dengan terbunuhnya tiga mahasiswa tersebut. Sayangnya tak pernah ada kabar dan si pembunuh mengaku tak tahu menahu soal Joshua.

  • Kristin Smart, mahasiswa Cal Poly State University

Kristin, Paul Flores dan dua orang sahabatnya pergi ke pesta kampus di sebuah malam, 24 Mei 1996. Kristin minum cukup banyak di pesta tersebut sehingga ia berjalan terhuyung-huyung. Paul mengaku bersedia mengantarkan Kristin hingga ke asramanya, sedangkan kedua teman lain memilih berpisah jalan. Namun, ternyata Kristin tak pernah kembali ke asrama dan dilaporkan hilang.

Paul adalah saksi terakhir yang terlihat bersama Kristin, namun ia mengaku bahwa telah mengantarkan Kristin pulang dan membiarkannya masuk ke dalam asrama sendiri. Kecurigaan polisi kemudian membuat mereka menggeledah kamar Paul. Anjing pelacak menemukan bekas aroma Kristin di matras Paul, serta tanda pengenal Kristin. Namun demikian, Paul terbebas karena menggunakan hak amandemennya untuk tidak menjawab pertanyaan investigasi apapun.

Paul Flores merupakan tersangka utama hilangnya Kristin, namun hingga kini ia bebas karena tak ada cukup bukti yang dapat memenjarakannya. Sedangkan tubuh Kristin tak pernah ditemukan dimanapun. 

  • Lynne Schulze, mahasiswi Middlebury College

Lynne Schulze adalah seorang mahasiswa baru di Middlebury College yang sedang menjalani ujian semester. Menjelang libur panjang, ia dilaporkan hilang secara misterius. Pada saat itu, ia dan teman sekamarnya hendak pergi ke kampus mengikuti ujian. Namun, ia meminta temannya pergi terlebih dahulu karena bolpoinnya tertinggal.

Lynne pamit kembali ke asrama untuk mengambil alat tulisnya, tetapi ia tak pernah datang ke ruang ujian. Beredar rumor bahwa Lynne memalsukan kematiannya karena memang ia merasa stress dan bosan kuliah di sana. Namun, teman-teman terdekat Lynne tahu benar bahwa Lynne tidak membuang-buang waktu, dan ia tetap rajin belajar di sana. Sehingga mustahil apabila kejenuhannya sampai membuat ia melakukan hal bodoh. Dan hingga kini, Lynne tak pernah ditemukan dan tak ada yang tahu dimana ia berada.

  • Paula Jean Welden, mahasiswi Bennington College

Usia Paula kala itu masih 18 tahun, dan setelah menghabiskan jam freelancenya, ia pamit untuk pulang ke asramanya. Awalnya ia mengajak beberapa rekannya, namun mereka masih enggan pulang dan memilih menghabiskan waktu untuk bersenang-senang. Paula sendiri memilih pulang sendiri, dengan alasan akan belajar sehingga ia dapat segera hiking ke gunung Glastenbury.

Anehnya, itulah hari terakhir Paula muncul. Ia kemudian dilaporkan hilang dengan masih mengenakan dress casualnya, tidak membawa apapun dari kamarnya. Ia sepertinya tak pernah kembali ke asrama dan langsung menghilang begitu saja. Menurut saksi, Paula dibawa oleh para pemuda bermotor yang hendak berangkat hiking. Namun, mustahil kan apabila ia pergi hiking tanpa persiapan apapun dan akhirnya menghilang.

Toilet Tua Di Kampus

(Gambar Hanya Ilustrasi, bukan tempat kejadian sebenarnya) Kalau sudah libur, asrama disini, tidak peduli asrama putri ataupun putra, termas...