Tuesday, October 29, 2019

Ada Hantu di Taman Monas Jakarta Indonesia


Kisah ini berawal dari rasa penasaran Muhaimin tentang gosip akan adanya hal-hal ghaib yang ada di sekitar kawasan taman Monas. Suasana begitu menyeramkan ketika Muhaimin melintasi kawasan ini pada dini hari. Ya, udara dini hari di kawasan itu yang begitu khas menghembuskan aroma mistis.

Dihadapkan pada fenomena yang demikian, Muhaimin kian penasaran jadinya. Agak tergesa ia mempercepat langkah menuju ke lokasi pada dini hari itu. Entah mengapa, langkah kakinya terasa berat seolah-olah ada kekuatan lain yang menahan lajunya. Akhirnya Muhaimin seolah bagai menyeret langkah.

Saat itulah ia melihat di antara sudut gelap yang tak tersentuh oleh terangnya sinar lampu-lampu kota, tampak di sana sinar putih berseliweran, membentuk bayangan-bayangan abstrak. Terkadang menyeramkan, terkadang mencurigakan, dan terkadang cukup sulit untuk dipahami. Singkatnya fenomena itu memperlihatkan berbagai macam bentuk lukisan ghaib yang menggoda rasa keingintahuan mereka yang berprasangka akan adanya hal-hal ghaib yang tak bisa dijelaskan dengan akal manusia.

Keesokan harinya, melalui bantuan mata batin seorang paranormal yaitu Kyai Joko Linuwih mencoba menerawang ke kawasan itu. Ia menamakan ilmunya sebagai Ilmu Menerawang Alam Ghaib. Katanya, dengan memakai ilmu ini, seseorang bisa melihat makhluk ghaib, pendeteksian rumah dari gangguan ghaib, dan lain sebagainya.

Untuk mempraktekkan ilmunya tersebut, ia harus melakukan ritual Semedi Tapa Brata di malam Jumat Kliwon di lokasi yang akan diterawangnya. 

Dan persiapan pun dilakukan… Di malam Jumat Kliwon itu, di salah satu sudut Taman Monas yang dipercaya menjadi tempat kongkow para lelembut, Kyai Joko Linuwih menggelar tikar yang dibuat khusus dari anyaman buntut tikus. Selanjutnya ia juga menggelar segala Uba Rampe atau aneka sesaji yang ia bawa dari rumah. Sebelumnya Uba Rampe tersebut sudah ia beri mantera terlebih dulu selama tujuh hari tujuh malam.

Uba Rampe-nya sendiri terdiri dari 99 macam sesaji yang berasal dari 99 lokasi angker yang berbeda-beda. Kyai Joko Linuwih menempatkan masing-masing sesaji itu dalam 99 wadah yang berbeda, wadahnya berupa mangkuk gerabah yang ia buat sendiri dari tanah Lempung Abang-Ireng yang diaduk menggunakan air Kembang Setaman. Muhaimin yang pada saat persiapan itu ikut membantunya menata mangkuk-mangkuk gerabah itu sempat penasaran melihat isinya.

Di dalam mangkuk-mangkuk gerabah itu ada yang berisi tulang ayam cemani, buntut sapi, potongan tanduk kerbau, kumis kucing, taring kelelawar, bulu ekor gagak, dan berbagai jenis benda yang cukup aneh baginya.

Menurut Kyai Joko Linuwih, benda-benda itu tidak ia dapatkan dalam sekali waktu melainkan sudah ia kumpulkan sejak ia masih kecil dulu. 

“Sejak dari kecil, saya memang gemar berburu makhluk halus. Setiap lelembut yang berhasil saya kalahkan, langsung saya kurung ke dalam benda-benda sesaji yang berjumlah 99 macam ini. Jadi dalam satu sesaji ini bisa berisi lebih dari satu jenis lelembut.” kata Kyai Joko Linuwih menerangkan.
“Kenapa lelembut hasil buruan Pak Kyai mesthi dikurung dalam benda-benda sesaji itu Pak Kyai?” tanya Muhaimin penasaran.

“Itu karena saya memerlukan mereka sebagai tameng pelindung setiap kali akan melakukan penerawangan ghaib seperti saat ini.” jawab Kyai Joko Linuwih.

“Semakin banyak lelembut yang bisa saya tangkap dan saya kurung, semakin amanlah saya dari serangan makhluk halus ketika menjalankan ritual untuk menerawang alam ghaib.” lanjut Kyai Joko Linuwih. 

“Wah, ampuh sekali senjatanya ya Pak Kyai? Lha kalau benda-benda sesaji itu jatuh ke tangan orang lain atau dicuri maling, bagaimana dong Pak Kyai…??” tanya Muhaimin ingin tahu.


“Benda-benda sesaji ini hanya bisa dijadikan senjata oleh tuannya, yaitu orang yang pertama menangkap para lelembut itu, yaitu… saya sendiri.” jawabnya ringan.

“Kalau jatuh ke tangan orang selain saya, malah bisa jadi petaka bagi orang tersebut, ia akan mati pelan-pelan dan sangat tersiksa, karena nyawanya digerogoti oleh para lelembut curiannya itu…!!” lanjut Kyai Joko Linuwih dengan nada serius. 

Muhaimin terdiam sejenak merenungi penjelasan Kyai Joko Linuwih. Sempat merasa ngeri juga membayangkan seandainya nyawanya digerogoti pelan-pelan oleh para lelembut itu. Padahal ia tadi hampir saja mengutil salah satu sesaji untuk ia simpan sendiri, tapi untung belum kesampaian.

“Hhh… selamaatt…!!! Untung aku tadi membatalkan niatku…” kata Muhaimin dalam hati.

Persiapan semedi pun dilanjutkan. Muhaimin membantu Kyai Joko Linuwih menata mangkuk-mangkuk gerabah itu membentuk formasi sebuah bintang yang mengelilingi tikar yang akan dipakai bersemedi nanti, dengan kepala bintang mengarah ke utara.

Dan akhirnya segala persiapan pun selesai dilakukan. Menjelang tengah malam, Kyai Joko Linuwih duduk bersila di tengah-tengah tikar menghadap ke arah utara, dan Muhaimin duduk bersila di belakangnya. Setelah itu ia mulai membakar kemenyan dan kemudian mengucapkan mantera,

“Jin jombaljambul jambuljambil jombaljambul habbrrhh… habbrrhh… habbrrhhh…!!!” 
Begitu berulang-ulang sampai 99 kali. Dan tepat saat pembacaan mantera yang ke-99 kali berakhir, waktu pun tepat menunjuk ke angka 00.00.


Begitulah, sesaat kemudian Kyai Joko Linuwih memulai ritual bersemedi. Ia bermeditasi. Matanya terpejam, agak lama memang. Terdengar nafasnya berhembus beraturan. Sesaat kemudian ia terdiam lebih kurang lima menit. Tubuh Kyai Joko Linuwih mulai berkeringat, lalu ia kembali membuka matanya.

“Ya, di taman ini banyak sekali makhluk ghaibnya, saya melihat di pohon sebelah barat itu dihuni oleh makhluk seperti beruang. Telinganya panjang, kakinya bagai kaki kuda.” ujarnya dengan mimik serius. 

“Dan di sepanjang sisi taman sebelah timur, Anda lihat sendiri kan…!!” katanya sambil mengarahkan telunjuknya ke arah sisi taman Monas di sebelah timur.

“Di sana ada banyak sekali makhluk halus dalam berbagai bentuk, mereka sedang berkumpul, sepertinya sedang membahas sesuatu…!” lanjut Kyai Joko Linuwih.

Muhaimin manggut-manggut saja karena ia memang sangat awam dalam hal ini dan tidak bisa menerawang alam ghaib seperti Kyai Joko Linuwih.

“Di tempat ini juga banyak berseliweran kuntilanak dan anak kecil berambut panjang. Mereka biasanya muncul dan menampakkan diri antara jam 01.00 sampai dengan 04.00 dini hari pada saat orang sedang terlelap tidur. Karena pakemnya berbeda; malam di dunia nyata adalah siang di dunia lain.” paparnya.

Untuk itu, kepada para pengunjung taman Monas, Kyai Joko Linuwih menghimbau agar jangan kencing sembarangan karena bisa membangunkan amarah para lelembut itu, dan akibatnya bisa sangat fatal, misalnya, alat kelamin jadi bengkak.

“Duh, serraaaaam…!!” jerit Muhaimin dalam hati.

No comments:

Post a Comment

Toilet Tua Di Kampus

(Gambar Hanya Ilustrasi, bukan tempat kejadian sebenarnya) Kalau sudah libur, asrama disini, tidak peduli asrama putri ataupun putra, termas...