Friday, October 11, 2019

Kisah Seram Kampus di Taiwan

Saya adalah mantan mahasiswa Wenhua di Taiwan. Saya juga pernah tinggal di Asrama Dalun dan Asrama Dazhuang. Waktu semester pertama tinggal di Asrama Dalun, saya cukup berbaur dengan anak-anak asrama. Anak-anak memiliki hobi yang sama dengan saya, suka minum-minum satu dua gelas. Makanya kami cukup sering bertandang ke salah satu bar sekedar minum-minum.

Sebelumnya saya harus klarifikasi dulu, saya ini alumnus yang sudah sangat tua. Di zaman saya, kantin papan atas Dunhuang saja masih ada di luar, belum dipindahkan ke dalam!

Ada satu tahun, kantor sekretariat himpunan mahasiswa jurusan dipindahkan ke Aula Daren lantai 4. Tidak jelas apakah memang saya terlalu capek, atau karena masih muda jadi nyalinya lebih besar, saya tidur beberapa malam di situ. Memang akhirnya terjadi sesuatu. Belakangan setelah dijelaskan oleh teman, baru sadar ternyata mengerikan juga.

Waktu itu saya semester enam. Kantor sekretariat pindah dari Aula Da-en ke Aula Daren. Saya masih ingat gara-gara mempersiapkan expo perhimpunan mahasiswa, kami bersama beberapa teman menjadi sangat sibuk. Kebetulan saat itu sudah tinggal di luar, jadi kalau sudah terlalu larut malam, saya menginap di kantor sekretariat. Di kantor sekretariat ada sebuah sofa panjang yang kalau dipakai untuk tidur ternyata lumayan nyaman.

Aula Daren waktu itu masih sangat terasa angker. Waktu itu belum direnovasi. Koridornya sangat sempit dan seram, Orang gampang tersesat di situ. Kalau kamu sempat melihat kondisinya sebelum direnovasi, kamu pasti paham maksud saya.

Pada saat saya baru masuk ke Universitas Wenhua, di depan Aula Daren ada sebuah lapangan basket yang sekarang sudah jadi tempat parkir umum. Waktu itu masih ada sebuah gerbang. Konon gerbang ini dikenal sebagai gerbang angker.

Begitu masuk ke gerbang, ada sebuah kolam, dan bukit buatan. Di atas kolam ada dua jembatan yang memungkinkan orang untuk jalan. Pada saat saya masuk universitas, kolam itu tidak pernah ada airnya. Kondisi bukit buatan, kolam dan jembatan ini entah mengapa selalu memberikan rasa tidak nyaman.

Berjalan agak maju lagi di sebelah kiri adalah lift hantu yang terkenal itu, total ada dua buah. Yang paling angker adalah lift yang posisinya paling dekat dengan kolam. Konon ada seorang dosen yang demi membuktikan lift ini tidak bermasalah, mencoba menaikinya sendirian. Tetapi belakangan dia sendiri yang meminta lift itu ditutup saja.

Aula Daren ada fakultas Sastra dan Seni, jadi tidak heran kalau sering terdengar alunan musik di sini, karena pasti selalu ada latihan menari atau menyanyi. Hanya saja berjalan di koridor yang panjang dan sempit di tengah sayup-sayup alunan musik, tidak akan bisa membuat kamu menghayatinya.

Pernah sekali, waktu itu sudah jam 10 malam mendekati jam 11. Karena saya merasa sangat capek jadi langsung saja rebah di sofa di kantor sekretariat. Tanpa sadar akhirnya tertidur. Entah sudah tidur berapa lama, tiba-tiba dari kejauhan sayup-sayup terdengar alunan musik, perlahan-lahan membangunkan aku. Samar-samar melalui pintu saya melihat ada seseorang di koridor sedang perlahan-lahan menuju ke arah saya.

Karena koridornya gelap, dan jaraknya masih jauh, jadi saya tidak bisa melihat dengan jelas itu siapa. Pada saat masih berpikir apakah itu adalah cewek cakep dari UKM Tari atau UKM Seni Teater, tiba-tiba saya menyadari tubuh saya tidak bisa bergerak!

Bahkan bersuara pun tidak bisa. Saya hanya bisa melihat orang itu perlahan-lahan berjalan menuju ke tempat saya!

Ketika posisinya semakin dekat, saya baru bisa melihat dengan jelas, ternyata orangnya berambut panjang, berbaju putih. Gerakannya terlihat seperti menari balet sambil mendekat ke arah saya.

Saya melihatnya semakin dekat. Semakin dekat.

Tetapi untungnya saya terus mencoba berteriak dan mencubit diri sendiri, hingga akhirnya terbangun! Di waktu yang sama perempuan itu pun lenyap di koridor. Tapi saya sudah terlanjur takut setengah mati.

Hanya saja kejadiannya tidak berakhir begitu saja. Setelah terbangun, kepala saya masih terasa pening dan merasa ingin tutup mata lagi, seolah-olah ada kekuatan tidak terlihat yang memaksa saya untuk kembali ke mimpi lagi. Setelah bertahan beberapa saat, saya akhirnya kembali tertidur. Begitu tertidur, mimpi perempuan itu kembali muncul lagi. Tetapi begitu saya terbangun dia menghilang kembali!

Setelah terulang 2,3 kali, posisi perempuan itu sudah semakin mendekati pintu masuk. Cara dia melompat ke depan sangat tidak alami. Sepertinya di dalam pahanya tidak ada tulang, kalau tidak berarti kakinya terdiri dari banyak lekukan yang memungkinkan gerakan seperti itu.

Melihat pemandangan itu saja sudah membuat jantung saya sepertinya akan berhenti berdetak. Saat ini, tidak peduli sekuat apapun saya mencoba berteriak ataupun menggerakkan tubuh saya, tidak terjadi apa-apa. Saya hanya bisa dengan pasrah melihat sosok itu berada di depan mata saya. Saya berusaha untuk tidak menatap wajahnya. Saya takut jika sampai melihat wajahnya, saya akan habis.

Ketika dia berada di depan sofa. Sosok itu mulai perlahan-lahan berjongkok. Gerakan dia berjongkok lebih aneh. Dua kakinya ditarik lurus ke belakang baru kemudian dibengkokkan. Kemudian badannya pelan-pelan mengarah ke depan seolah-olah kehilangan keseimbangan. Kedua tangannya pun kelihatan seolah-olang sedang menggantung. Dengan posisi seperti itulah perlahan-lahan saya pun melihat wajahnya.

Dengan wajah yang sangat dekat saya dua mata kami saling menatap. Matanya tersirat rasa sedih yang mendalam. Alisnya terlihat berkerut begitu dalam. Alis mata dan bulu mata tidak ada perbedaan yang begitu jelas. Dan yang membuat saya begitu ketakutan adalah mulutnya. Pada awalnya mulutnya tertutup rapat. Tetapi tiba-tiba dia membuat lengkungan seolah-olah dia sedang tersenyum pahit. Kemudian dia bergerak lebih lebar, semakin jelas bahwa dia sedang menyeringai.

Ketika memperhatikan mulutnya, saya tidak menyadari bahwa tangannya perlahan-lahan ingin menggenggam pundak saya. Akhirnya entah saya pingsan atau dibangunkan oleh teman.

Teman saya waktu itu mengatakan wajah saya sangat pucat, dan bertanya apa saya jatuh sakit. Begitu terbangun saya langsung beranjak. Melihat jam tangan, ternyata sudah jam 1 lebih. Akhirnya tanpa banyak basa-basi saya pergi ke kamar asrama salah satu teman untuk numpang tidur.

Kisah seram lain yang pernah aku alami ketika masih kuliah adalah ketika saya masih duduk di semester satu. Di satu malam setelah kami makan-makan. Kebetulan udara di luar cukup sejuk dan nyaman, jadi kami memutuskan untuk jalan-jalan sepanjang jalur bus menuju kampus. Saat sampai di depan aula Daren, tiba-tiba sebuah bus 260 melaju kecepatan tinggi melewati kami. Pada saat kami hendak memaki, terdengar suara kucing mengeong lemah. Ternyata ada kucing di sisi seberang. Setelah dilihat lebih dekat, pemandangannya sungguh kasihan sekali. Seekor kucing terserempet oleh bus di sisi. Usus di sebelah kirinya pun sudah keluar. Dengan menggunakan sisa-sisa tenaganya keempat kakinya menggapai-gapai langit, seolah-olah ingin mendapatkan udara untuk terakhir kalinya. Mulutnya tidak henti-hentinya mengeong.

Pada saat ini, teman saya (yang pernah menjadi pendeta Tao itu) berteriak, “Jangan lihat mata kucingnya! Jangan terlihat oleh dia juga! Cepat menyingkir!”

Teman kami itu menyuruh kami anggap tidak pernah melihat kucing itu dan berjalan. Pada saat kami meninggalkan tempat situ, dari arah kampus datang dua mahasiswi. Sepertinya mereka tidak menyadari ada kucing yang tertabrak, sehingga berjalan mendekat ke situ. Salah satunya malah berjongkok melihat kucing itu.

Pada saat si perempuan itu berjongkok sebenarnya kami sudah merasa akan terjadi sesuatu. Dan benar saja, beberapa saat kemudian si perempuan itu menjerit pilu. Salah satu teman kami (yang dari jurusan jurnalistik) tiba-tiba berlari ke arahnya dan menariknya menghindar dari tempat itu.

Belakangan saya baru tahu kalau mereka itu kenalan, sama-sama anak UKM Sastra Jepang. Si anak perempuan itu pun jatuh pingsan. Temannya yang satu lagi membawanya kembali ke asrama.

Teman kami pun cerita alasan dia menyuruh kami menyingkir karena pada saat itu ada kemungkinan roh sedang mencari badan pengganti.Lebih lanjut dia menjelaskan, kucing merupakan makhluk yang mengandung unsur ‘Yin’ yang sangat kentara. Pada saat kucing masih hidup, roh-roh di dunia sana bisa meminjamkan tubuh kucing untuk mengunjungi dunia sini. Itu sebabnya mengapa ketika proses perkabungan orang Tionghoa pada malam hari harus dijaga jenazahnya. 

Kalau sampai kucing mendekati, dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh roh-roh gentayangan untuk menggunakan tubuh jenazah untuk bertukar arwah.

Kemungkinan lain lebih mengerikan lagi. Biasanya arwah-arwah yang meninggal dengan tidak wajar (bunuh diri, kecelakaan) tidak bisa bereinkarnasi. Tidak semua arwah ini memiliki kemampuan untuk menjelajah di dunia manusia (ataupun membuat keanehan di dunia manusia). 

Jadi, karena arwah ini tidak bisa sendiri mencari pengganti, dia harus meminjam tubuh kucing untuk mencari pengganti. Dan satu-satunya cara untuk mengganti badan adalah dengan membunuh kucing perantara tersebut. Kemudian memanfaatkan mata kucing, roh jahat ini akan menembus ke target tubuh penggantinya. Korban biasanya tidak akan langsung meninggal. Melainkan perlahan-lahan jiwa/roh korban diporak-porandakan sehingga membuat dia kehilangan konsentrasi dan kesadaran.

Setelah waktu yang tepat tiba, sang korban akan meninggal dengan cara yang tidak wajar dan tujuan sang roh jahat itu pun tercapai.

Mengapa teman kami itu merasa kucing itu seperti roh jahat sedang mencari pengganti? Soalnya lokasi insiden terjadi di samping aula Daren. Tempat sini memang dikenal banyak roh dan arwah. Hampir setiap tahun ada mahasiswa yang meninggal tidak wajar (lompat bunuh diri), jadi kemungkinannya sangat tinggi. Dan lagipula, postur kucing itu saat berjuang, tidak peduli bagaimanapun dia berusaha bergerak, sepertinya terpaku di satu titik seolah-olah ada kekuatan tidak terlihat yang menekan dia. Itu sebabnya terlihat lebih mencurigakan.

Setelah mendengar penjelasan teman kami itu, jadi merasa seram saja. Tanpa diduga, sehabis kuliah malam berikutnya, saya mendengar anak-anak asrama berdiskusi dengan serius. Ternyata semenjak insiden semalam itu, si mahasiswi itu pun menjadi seperti linglung dan tidak bisa berkonsentrasi.

Teman kami yang mengerti Tao itu pun menyarankan supaya si mahasiswi ini segera pulang ke rumah saja, lalu mencari orang pintar untuk mengembalikan jiwanya lagi. Saya yang mendengar di sampingnya merasa sedikit merinding. Kok seram begitu yah? Akhirnya dua teman asrama pergi mengantar dia. Saya sebetulnya ingin ikut pergi, cuma takut dicap “kepo”, akhirnya main Nintendo dengan teman yang lain.

Setelah mendengar si mahasiswi itu sampai rumahnya, saya menduga ceritanya selesai. Ternyata saya salah total.

Di pagi hari saat saya sedang di kamar asrama, sedang menunggu kelas jam 10, tiba-tiba satu teman berlari masuk ke kamar sambil berteriak “Kabar buruk! Kabar buruk...”

Ternyata semalam si mahasiswi itu sudah kembali ke asrama. Tapi pagi ini dia melompat ke dalam sumur!

Dia langsung tewas di tempat. Bahkan katanya ketika melompat ke sumur, badannya sepertinya menghantam sesuatu, sehingga perut kirinya sobek dan usus terburai keluar, sama seperti kondisi mayat kucing itu.

Saya yang mendengar cerita itu bagai siang bolong disambar geledek. Pikiran saya kosong seketika. Teman saya yang paham Tao itu pun terkejut. Tidak baik, tidak baik katanya. Sarannya kita harus melayat ke mahasiswi ini. Dan juga pas malamnya harus berdoa di sebelah Aula Daren.

Belakangan dia memberikan kami jimat yang entah dia dapatkan dari mana. Kami diwajibkan untuk membawanya selama 49 hari. Apalagi kalau sedang melewati samping Aula Daren, wajib dibawa!

Hari-hari setelah kejadian itu, saya terus membawa jimatnya setiap hari, takut terjadi sesuatu yang tidak baik. Tetapi lewat sebulan dikarenakan memang tidak terjadi apa-apa, saya sudah tidak begitu mempedulikannya lagi.

Sampai suatu hari ada kejadian. Pada saat itu kami sedang main basket sampai jam setengah sepuluh malam hari. Jadi kejadiannya bola menghantam ring basket dan terpantul keluar lapangan. Mau tidak mau saya berlari untuk memungut bola basketnya. Bolanya menggelinding ke arah Aula Daren. Bolanya menggelinding terus, semakin lama semakin jauh. Karena ingin mengambil bolanya, saya pun berlari lebih cepat lagi.

Tiba-tiba dari semak-semak sisi kanan muncul seekor kucing. Dia berjalan menuju gerbang yang di depan Aula Daren situ. Anehnya saya entah kenapa merasa tertarik pada kucing itu, dan lupa untuk memungut bola basketnya. Padahal gerbang yang dekat Aula Daren itu tidak ada orang ataupun sesuatu, tidak ada apa-apa sama sekali!

Pada saat itulah saya teringat insiden sebulan lalu. Tiba-tiba merasa bulu kuduk merinding. Apalagi jimatnya tidak sedang saya bawa. Jadi segera kembali untuk memungut bola.

Saya menyusuri jalan terus mencari-cari bolanya. Kira-kira di tempat lokasi kucing ditabrak dulu, mata saya sendiri melihat sebuah pemandangan horror. Mahasiswi yang bunuh diri itu, berjongkok dengan wajah menunduk. Tangannya sedang menekan seekor kucing. Kucing itu terus-menerus mengeong tanpa bisa apa-apa. Saat itu seluruh tubuh saya lemah dan kaki saya hampir tidak bisa menopang lagi.

Perempuan yang ada di hadapan saya itu kemudian pelan-pelan berdiri. Tubuh saya seluruhnya terpaku tidak bisa bergerak. Saya sudah ketakutan setengah mati. Perempuan yang berdiri di hadapan saya betul-betul mirip dengan mahasiswi yang bunuh diri itu.

Pada saat dia berdiri, kepalanya juga perlahan-lahan diangkat. Mata kami sambil memandang. Wajahnya pucat dan tatapannya penuh kebencian. Sorot matanya menusuk ke saya. Saya tidak hanya merinding dan gemetaran, hampir saja saya berhenti bernapas.

Saya melihat dia dengan tangannya memegang kucing kemudian mengangkatnya tinggi-tinggi. Kemudian dengan sepenuh tenaga dia melempar kucing itu ke jalan di depan saya!

Akibat hantaman keras itu, si kucing sepertinya terluka parah. Dari mulutnya keluar darah, dan dia tidak henti-hentinya memanggil.

Pada saat itu, sebuah mobil dari arah gerbang melaju dengan kecepatan tinggi ke arah sini. Si perempuan itu dengan kakinya menginjak kucing. Dia pun tersenyum!

Pada saat bus itu hampir menabrak saya, tiba-tiba terdengar teman main basket terus menerus memanggil nama saya. Begitu kesadaran saya kembali, si perempuan itu, kucing dan bus pun tiba-tiba hilang. Teman-teman saya bertanya mengapa malah berdiri bengong di situ? Bukannya bola ada di dekat kaki saya. Masalahnya saya sudah hampir tidak ada kekuatan lagi untuk berdiri.

Setelah saya kembali ke asrama, pada hari itu juga saya mengalami demam, dan tidak-tidak hentinya mengigau. Saya ceritakan kejadian itu ke teman saya yang paham Tao itu. Dia kemudian memaksa saya untuk minta izin supaya segera pulang ke rumah. Waktu itu di tengah malam, teman saya memberikan saya obat demam. Tidak lebih dari empat jam, akhirnya suhu badan saya sudah normal kembali. Tapi saya masih tetap antara sadar tidak sadar, terus menerus mengingau. Akhirnya teman saya pun menggoyang saya keras-keras, menampar wajah saya, memanggil-manggil saya supaya sadar. Kata teman ahli Tao ini, dia sedang mengecek apakah jiwa saya masih ada di dalam tubuh saya. Kalau tidak ada maka masalahnya lebih parah.
Sebelumnya saya harus menjelaskan dulu konsep 三魂七魄 (baca: sān hún qī pò, tiga jiwa dan tujuh roh) ini. Penjelasan ini juga saya dapatkan dari teman Tao. Manusia ada 3 jiwa yakni Jiwa Utama, Jiwa Lahiriah, Jiwa Perasa (ada juga yang menyebutnya Jiwa Langit, Jiwa Bumi, dan Jiwa Manusia). Jiwa Utama fungsinya mengatur mental kesadaran seseorang, Jiwa Lahiriah berkaitan dengan kesehatan jasmaniah, dan Jiwa Perasa berkaitan dengan panca indra.

Tujuh roh yang ada di badan, masing-masing memiliki fungsi penting yang memungkinkan adanya hubungan antara Jiwa Lahiriah dengan Jiwa Perasa dalam melindungi sistem tubuh. Umumnya ketika seseorang terkejut maka yang hilang hanyalah roh-nya (pò) saja. Cukup mengatur pernapasan dan sesuai kemampuan tubuh, roh akan terwujud kembali. Umumnya jiwa (hún), tidak akan meninggalkan tubuh. Hanya pada saat kondisi antara hidup mati (penyakit kronis, mengalami bencana) baru bisa terjadi. Dan satu lagi kemungkinan, yakni direbut oleh orang ataupun hantu!

Ketika manusia meninggal, Jiwa Utamanya akan mengalami proses reinkarnasi, Jiwa Lahiriah akan berada di plakat altar, Jiwa Perasa akan tertinggal di tubuh. Arwah-arwah gentayangan yang tidak bisa bereinkarnasi itu, akan mencari manusia pengganti guna mendapatkan Jiwa Utamanya. Tetapi mau merampas Jiwa Utama ini tidak sesederhana yang dibicarakan. Manusia memiliki unsur ‘Yang’ yang melindungi dirinya, jadi umumnya makhluk-makhluk halus tidak bisa apa-apa terhadap manusia.

Oleh karena itu ada roh jahat yang akan mencoba merampas Jiwa Lahiriah atau Jiwa Perasa terlebih dahulu. Orang yang diserang akan sakit-sakitan, atau bahkan kondisi psikisnya tidak dalam keadaan sadar (Jiwa Utama sedikit banyak terpengaruh). Kalau tidak segera menemukan kembali Jiwa ke asal, maka orang itu bisa saja akan meninggal, dan Jiwa Utamanya pun meninggalkan tubuh.

Hanya saja Jiwa Lahir dan Jiwa Perasa yang dirampas oleh arwah jahat tidak akan menetap. Jiwa yang meninggalkan tubuh akan gentayangan di tempat kejadian, menunggu untuk kembali ke tubuh. Itu sebabnya pendeta Tao selalu ke tempat kejadian untuk mencari kembali jiwanya.

Tetapi ada hantu-hantu yang lebih hebat, dia akan sengaja menambah rintangan di tempat kejadian, supaya sang korban meninggal dan pada akhirnya menjadi pengganti untuk dirinya.

Kembali ke cerita awal, berikut ini merupakan cerita yang belakangan saya dengar dari teman Tao. Waktu itu saya sudah tidak sadar sama sekali.

Teman Tao saya langsung melakukan ritual di dalam kamar asrama saya. Sepertinya dia menghipnosis saya lalu menanyai saya beberapa pertanyaan. Dia kemudian dengan tegas mengatakan bahwa Jiwa Lahiriah saya telah hilang, dan harus segera ditemukan kembali. Kalau tidak, maka saya akan sakit dan tidak bisa bangun selamanya.

Dia kemudian mencabut beberapa helai rambut saya, membungkusnya dengan kain kuning, lalu mengambil pergi baju basket yang saya pakai malam itu. Dia kemudian bersama satu teman asrama keluar. Sebelum pergi dia menempelkan sebuah jimat pada badan saya dan meminta satu teman lagi untuk menjaga saya.

Teman Tao saya ini kemudian bertemu dengan mahasiswi itu lagi di tempat kejadian. Mahasiswi itu berkata bahwa yang seharusnya mati adalah salah satu dari kami bertiga, tetapi kami berhasil menghindar. Makanya arwah jahat sebelumnya itu baru mencari dia untuk dijadikan tumbal.

Dia merasa tidak terima, dan ingin membalas dendam dan menjadikan kami tumbal bagi dirinya. Dikarenakan teman yang satu memiliki kemampuan Tao sedangkan yang satu dia kenal (hantu biasanya tidak akan mencelakai saudara atau temannya sendiri), jadi dia mengincar saya. Kebetulan pada saat itu saya juga tidak membawa jimat.

Mengenai bagaimana cara teman saya mengembalikan jiwa saya kembali, dia tidak bisa menceritakan ke saya dengan gamblang, sebab ini bersifat rahasia. Tetapi dia tetap meminta saya pada hari kedua langsung pulang ke rumah, cari orang pintar untuk mengembalikan roh dan jiwa saya ke semula. Jika semua roh dan jiwa kembali, maka proses pengobatan penyakit akan lebih gampang dan lancar.

Ternyata jimat yang teman kami suruh pakai ini adalah jimat untuk mempertahankan tiga jiwa. Kalau saja pada saat bermain basket saya juga membawanya, sudah pasti tidak akan mengalami kejadian seperti ini.

Semenjak insiden itu, jimat yang diberikan teman Tao saya itu terus saya pakai dan tidak berani lagi dibiarkan meninggalkan badan saya. Saya dengan penasaran bertanya kepadanya, apakan mahasiswi itu akan tetap “di sana” mencari pengganti untuk dirinya. 

Apakah saya kelak akan bertemu dengan dia lagi. Teman saya hanya menjawab bahwa saya sangat beruntung, kalaupun kelak bertemu lagi, dia tidak akan bisa menyakiti saya lagi.

Lalu apakah hantu di koridor yang saya “lihat” belakangan itu adalah hantu yang sama? Ataukah hanya karena ditindih? Saya sendiri tidak pasti.

Sebetulnya dalam hati saya terus berharap semoga sang mahasiswi itu bisa secepatnya meninggalkan dunia fana ini, melepaskan segala ikatan dan segera bereinkarnasi kembali.

Sebetulnya dulunya saya tidak begitu tertarik dengan dunia mistis. Namun semenjak terkena insiden itu, entah mengapa saya sepertinya menjadi sering mengalami kejadian mistis. Kata salah satu teman saya, itu dikarenakan saya sudah “dibuka”.

Semenjak itu, sedikit banyak saya terus mengalami kejadian yang sulit dipercaya, yang membuat saya semakin menghormati hal-hal yang bersifat spritual ini.

No comments:

Post a Comment

Toilet Tua Di Kampus

(Gambar Hanya Ilustrasi, bukan tempat kejadian sebenarnya) Kalau sudah libur, asrama disini, tidak peduli asrama putri ataupun putra, termas...